RETENSIO PLASENTA
Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah
janin lahir.
Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena
kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta disebut plasenta
adhesiva. Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh
karena villi korialisnya menembus desidua sampai miometrium disebut plasenta
akreta. Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum lahir karena
terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim disebut plasenta
inkarserata.
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah
lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung
luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui
periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta
sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan
plasenta manual.
Prosedur plasenta manual sebagai berikut:
· Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam narkosis,
karena relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya terutama bila retensi
telah lama. Sebaiknya juga dipasang infus NaCl 0,9% sebelum tindakan
dilakukan. Setelah desinfektan tangan dan vulva termasuk daerah
seputarnya, labia dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan
dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina.
· Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis. Tangan
kanan dengan posisi obstetrik menuju ke ostium uteri dan terus ke lokasi
plasenta; tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar tidak terjadi salah jalan
(false route).
· Supaya tali pusat mudah diraba, dapat diregangkan oleh pembantu (asisten).
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan tersebut dipindahkan
ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk
menentukan bidang pelepasan yang tepat. Kemudian dengan sisi tangan kanan
sebelah kelingking (ulner), plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian
plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar
dengan dinding rahim. Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang
dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar.
· Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan plasenta secara
manual ialah adanya lingkaran konstriksi yang hanya dapat dilalui dengan
dilatasi oleh tangan dalam secara perlahan-lahan dan dalam nakrosis yang
dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar
dilepaskan daripada lokasi di dinding belakang. Ada kalanya plasenta tidak
dapat dilepaskan secara manual seperti halnya pada plasenta akreta, dalam hal
ini tindakan dihentikan.
Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap, segera dilakukan
kompresi bimanual uterus dan disuntikkan Ergometrin 0.2 mg i.m atau i.v sampai
kontraksi uterus baik. Pada kasus retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh
karena itu harus segera dilakukan tindakan pencegahan perdarahan postpartum.
Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilanjutkan dengan tindakan sesuai prosedur
tindakan pada atonia uteri.
Plasenta akreta ditangani dengan histerektomi oleh karena itu harus dirujuk ke
rumah sakit.
SISA PLASENTA
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat
(biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum
dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah
plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat
gejalanya sama dengan subinvolusi rahim yaitu perdarahan.
Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar 3 – 11
yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan
akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila
penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir.
Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan
akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan
dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu
ultrasonografi.
Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan
kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal
dalam rongga rahim.
Pengelolaan
1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat
dikeluarkan secara manual.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
11.21
|
|
This entry was posted on 11.21
You can follow any responses to this entry through
the RSS 2.0 feed.
You can leave a response,
or trackback from your own site.
1 komentar:
Sangat membantu say
Posting Komentar