MENGENAL IMUNISASI
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Tubuh manusia mempunyai cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas kemampuan tertentu. Tubuh juga sanggup menghilangkan serangan penyakit dari luar.
Tetapi bila kuman penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh tidak mampu mencegah kuman-kuman itu berkembangbiak, sehingga tubuh menjadi sakit. Tujuan dari pemberian imunisasi dasar adalah untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi tertentu, apabila terjadi penyakit, tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat atau kematian
PENGERTIAN IMUNISASI
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit.
Imunisasi adalah usaha untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit infeksi pada bayi, anak dan juga orang dewasa. Imunisasi menjaga bayi dan anak dari penyakit tertentu sesuai dengan jenis
Imunisasi merupakan program utama suatu negara. Bahkan merupakan salah satu alat pencegahan penyakit yang utama didunia. Penyelenggaraan imunisasi diatur secara universal melalui berbagai kesepakatan yang difasilitasi oleh badan dunia seperti WHO dan UNICEF. Pertemuan international biasanya diselenggarakan secara teratur baik untuk tukar menukar pengalaman, evaluasi, perlu tidaknya bantuan dan lain sebagainya.
TUJUAN IMUNISASI
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar.
MACAM KEKEBALAN
Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan menjadi 2, yakni :
1. Kekebalan Tidak Spesifik (Non Specific Resistance)
Yang dimaksud dengan faktor-faktor non khusus adalah pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan dari suatu penyakit. Misalnya kulit, air mata, cairan-cairan khusus yang keluar dari perut (usus), adanya refleks-refleks tertentu, misalnya batuk, bersin dan sebagainya.
2. Kekebalan Spesifik (Specific Resistance)
Kekebalan spesifik dapat diperoleh dari 2 sumber, yakni :
a. Genetik
Kekebalan yang berasal dari sumber genetik ini biasanya berhubungan dengan ras (warna kulit dan kelompok-kelompok etnis, misalnya orang kulit hitam (negro) cenderung lebih resisten terhadap penyakit malaria jenis vivax. Contoh lain, orang yang mempunyai hemoglobin S lebih resisten terhadap penyakit plasmodium falciparum daripada orang yang mempunyai hemoglobin AA.
b. Kekebalan yang Diperoleh (Acquired Immunity)
Kekebalan ini diperoleh dari luar tubuh anak atau orang yang bersangkutan. Kekebalan dapat bersifat aktif dan dapat bersifat pasif. Kekebalan aktif dapat diperoleh setelah orang sembuh dari penyakit tertentu. Misalnya anak yang telah sembuh dari penyakit campak, ia akan kebal terhadap penyakit campak. Kekebalan aktif juga dapat diperoleh melalui imunisasi yang berarti ke dalam tubuhnya dimasukkan organisme patogen (bibit) penyakit.
Kekebalan pasif diperoleh dari ibunya melalui plasenta. Ibu yang telah memperoleh kekebalan terhadap penyakit tertentu misalnya campak, malaria dan tetanus maka anaknya (bayi) akan memperoleh kekebalan terhadap penyakit tersebut untuk beberapa bulan pertama. Kekebalan pasif juga dapat diperoleh melalui serum antibodi dari manusia atau binatang. Kekebalan pasif ini hanya bersifat sementara (dalam waktu pendek saja).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKEBALAN
Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan antara lain umur, seks, kehamilan, gizi dan trauma.
1 Umur
Untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita) dan orang tua lebih mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah.
2 Seks
Untuk penyakit-penyakit menular tertentu seperti polio dan difteria lebih parah terjadi pada wanita daripada pria.
3 Kehamilan
Wanita yang sedang hamil pada umumnya lebih rentan terhadap penyakit-penyakit menular tertentu misalnya penyakit polio, pneumonia, malaria serta amubiasis. Sebaliknya untuk penyakit tifoid dan meningitis jarang terjadi pada wanita hamil.
4 Gizi
Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi tetapi sebaliknya kekurangan gizi berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi.
5 Trauma
Stres salah satu bentuk trauma adalah merupakan penyebab kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tertentu.
TUJUAN PROGRAM IMUNISASI
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut adalah disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberkulosa.
SASARAN
Sasaran imunisasi adalah :
a. Bayi dibawah umur 1 tahun (0-11 bulan)
b. Ibu hamil (awal kehamilan - 8 bulan)
c. Wanita usia subur (calon mempelai wanita)
d. Anak sekolah dasar (kelas I-VI)
POKOK-POKOK KEGIATAN
a. Pencegahan terhadap bayi (imunisasi lengkap)
1. Imunisasi BCG 1 kali
2. Imunisasi DPT 3 kali
3. Imunisasi polio 3 kali
4. Imunisasi campak 1 kali
b. Pencegahan terhadap anak sekolah dasar
1. Imunisasi DT
2. Imunisasi TT
c. Pencegahan lengkap terhadap ibu hamil dan PUS / calon mempelai wanita
Imunisasi TT 2 kali
IMUNISASI DASAR
1. Jenis-Jenis Vaksin Dalam Program Imunisasi Dan Cara Pemberian
Imunisasi dasar harus diberikan terhadap 7 jenis penyakit utama yaitu TBC, difteri, tetanus, batuk rejan, poliomielitis, campak dan hepatitis B.
Imunisasi dasar terdiri dari :
a. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Berasal dari kuman Basillus Calmette Guerin yang telah dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit TBC. Efek samping dari vaksin BCG dapat menimbulkan pembengkakan pada bekas suntikan yang biasanya akan hilang dengan sendirinya, demam sampai 1-2 minggu.
Vaksin BCG tidak dapat diberikan pada anak yang menderita TBC positif atau menunjukkan uji mantoux positif. Diberikan dengan cara disuntikkan secara intracutan (didalam kulit) di ⅓ bagian lengan kanan atas (Inertio Musculus Deltoideus) 1 kali suntikan dosis 0,05 cc.
b. Vaksin DPT (Difteria Pertusis Tetanus)
Berasal dari kuman Bordetella Pertusis yang telah dimatikan, dikemas dengan vaksin Diptheri dan Tetanus yang berasal dari racun kuman yang dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan tetanus. Efek samping vaksin DPT antara lain adalah lemas, kadang-kadang terjadi gejala demam tinggi, iritabilitas. Diberikan dengan cara disuntikkan secara intramuscular dengan membentuk sudut 450 - 600, di bagian paha sebelah luar (otot vastus lateralis) 3 kali suntikan dosis 0,5 cc.
Imunisasi DPT tidak dapat diberikan kepada anak yang sakit parah dan anak yang menderita penyakit kejang demam kompleks. Juga tidak dapat diberikan kepada anak dengn batuk yang diduga sedang menderita batuk rejan dalam tahap awal atau penyakit gangguan kekebalan (defisiensi imun). Sakit batuk, pilek, demam atau diare yang sifatnya ringan, bukan merupakan kontra indikasi yang mutlak.
c. Vaksin Polio
Berasal dari kuman Polio yang dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis. Vaksin polio pada umumnya tidak memiliki efek samping. Diberikan melalui mulut dengan cara diteteskan dengan pipet kedalam mulut anak sebanyak 2 tetes, 4 kali pemberian. Kontraindikasi dari vaksin polio adalah anak dengan diare berat dan defisiensi imun. Karena dapat memperberat terjadinya diare. Pada anak dengan penyakit batuk, pilek, demam atau diare ringan imunisasi polio dapat diberikan seperti biasanya.
d. Vaksin Campak
Berasal dari virus Campak yang telah dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit campak. Efek sampingnya antara lain adalah demam atau kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke-10 sampai ke-12 setelah penyuntikan, tetapi ini sangat jarang terjadi. Vaksin Campak tidak boleh diberikan pada anak dengan sakit parah, defisiensi imun dan defisiensi gizi. Diberikan dengan cara disuntikkan sub cutan dalam, membentuk sudut 300c, di ⅓ bagian lengan atas (Inertio Musculus Deltoideus) 1 kali suntikan dosis 0,5 cc.
e. Vaksin Hepatitis B
Berasal dari protein khusus kuman Hepatitis B. Memberikan kekebalan terhadap penyakit TBC. Semua bukti menunjukan bahwa vaksin Hepatitis B aman dan efektif serta efek sampingnya adalah reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan, dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Diberikan dengan cara disuntikkan secara intramuscular dengan membentuk sudut 450 - 600, di bagian paha sebelah luar (otot vastus lateralis) 3 kali suntikan dosis 0,5 cc.
IMUNISASI ULANG
1. BCG
BCG ulangan tidak dianjurkan oleh karena manfaatnya diragukan mengingat:
1. Efektifitas perlindungan hanya 40%
2. 70% kasus TB berat (ex meningitis) ternyata mempunyai parut BCG
3. Kasus dewasa dengan BTA positif di Indonesia cukup tinggi (25-36%) walaupun mereka telah mendapatkan BCG pada masa kanak-kanak.
2. Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun. Penelitian kohort multisenter di Thailand dan Taiwan terhadap bayi dari ibu yang mengidap hepatitis B yang telah memperoleh imunisasi dasar 3X pada masa bayi, dapat diulangi pada umur 5 tahun, 90,7% diantaranya masih memiliki titer antibody anti HBs yang protektif (titer anti HBs >10 mlU/ml). mengingat pola apidemiologi hepatitis B di Indonesia mirip dengan Negara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa imunisasi ulang pada umur 5 tahun tidak diperlukan kecuali apabila titer anti HbsAg < 10mlU/ml. 3. DPT
Imunisasi ulang yang pertama dilakukan pada usia 1,5 - 2 tahun atau kurang lebih 1 tahun setekah penyuntikan imunisasi dasar ketiga. Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau saat kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P). Vaksin pertusis (batuk rejan) tidak dianjurkan untuk anak yang berusia lebih dari 7 tahun karena reaksi yang timbul dapat lebih hebat, selain itu juga karena perjalanan penyakit pertusis pada anak lebih dari 5 tahun tidak parah.
4. Tetanus Toksoid
Tetanus kelima diberikan pada usian masuk sekolah akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi sampai umur 17-18 tahun. Dengan 5 dosis toksoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 4 dosis toksoid dewasa.
5. Polio
Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisasi polio 4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).
6. Campak
Penelitian titer antibody campak pada anak usia 6-11 tahun oleh badan penelitian dan pengembangan DepKes dan KeSos tahun 1999 mendapatkan hanya 71,9% anak yang masih mempunyai antibodi campak diatas ambang pencegahan, sedangkan 28,3% diantaranya kelompok usia 5-7 tahun parnah menderita campak walaupun sudah diimunisasi campak saat bayi. Bedasarkan penelitian tersebut dianjurkan pemberian imunisasi campak ulang pada saat masuk sekolah dasar (5-6 tahun, guna mempertinggi serokonversi).
IMUNISASI KOMBO
Vaksin kombo adalah gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda atau gabungan dengan beberapa antigen dari galur multipel yang berasal dari organisme penyebab penyakit yang sama. Gabungan vaksin tersebut telah dikemas dipabrik dan bukan dicampur oleh sendiri oleh petugas. The Admivisory Committee On Immunization Practice (ACIP), The American Academy Of Pediatrics (AAP) dan The American Academy Of Family Physicians (AAFP) merekomendasikan bahwa lebih baik mempergunakan vaksin kombo yang telah dikemas dari pabrik dari pada memberikan 2 jenis vaksin monovalen yang diberikan secara terpisah pada saat bersamaan. Vaksin kombo dianjurkan adalah yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah Negara masing-masing, di Indonesia melalui izin dari Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. DiIndonesia saat ini telah beredar 2 jenis vaksin kombo yaitu DPwT – Hep B dan DPwT – Hib.
Adapun dasar utama dan alasan pembuatan vaksin kombo adalah untuk :
1. Mengurangi jumlah suntikan
2. Mengurangi jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan
3. Lebih praktis dari pada vaksin terpisah
4. Mempermudah penambahan vaksin lain kedalam program imunisasi yang telah ada
5. Mempersingkat waktu untuk mengejar imunisasi yang terlambat
6. Mengurangi kebutuhan alat suntik dan tempat penyimpanan vaksin
7. Mengurangi biaya pengobatan
Disamping keuntungan tersebut diatas vaksin kombo mempunyai beberapa kekurangan yaitu :
1. Terjadi kesetidakserasian kimiawi/fisis sebagai akibat percampuran beberapa antigen beserta ajuvannya.
2. Sulit dihindari adanya perubahan respons imun sebagai akibat interaksi antara antigen dengan antigen lain atau antara antigen dengan anjuvan yang berbeda
3. Dapat membingungkan para dokter dalam penyusunan jadwal imunisasi apalagi bila dipergunakan vaksin dari pabrik yang berbeda.
Vaksin DPwT adalah salah satu vaksin kombo yang palng tua sehingga dikenal vaksin kombo tradisional dan merupakan tulang punggung (back bone) pembuatan vaksin kombo. Vaksin kombo diproduksikan berdasarkan mempunyai komponen dasar yang berasal dari gabungan suatu vaksin dengan DPwT, DPaT atau Hepatitis B, MMR atau campak atau vaksin lain seperti meningokokus dan pneumokokus. Daya proteksi vaksin dinilai dari serokonversi sebelum dan setelah diberikan imunisasi. Untuk mendapatkan kepastian mengenai daya proteksi ini perlu dilakukan uji klinis secara random dan tersamar. Daya proteksi vaksin kombo DPwT-Hep B tampak mempunyai efektifitas yang sama pada berbagai jadwal imunisasi.
Sumber Pustaka :
1. Soerpardi J, dkk. Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Direktorat Jenderal PPM dan PL Departemen Kesehatan RI, Jakarta;2005
2. Markum AH.Imunisasi, FKUI, Jakarta;2002
3. Wahab AS, Julia M. Sistem Imun, Imunisasi, Dan Penyakit Imun, Widya Medika, Jakarta;2002
4. Ranuh IGN, dkk. Pedoman Imunisasi di Indonesia, Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta;2005.
08.11 | Label: seberapa efektif imunisasi pada balita | 0 Comments
HIPERTENSI
Apakah Hipertensi Itu ?
Hipertensi adalah nama lain dari tekanan darah tinggi. Keadaan ini terjadi apabila tekanan darah pada arteri utama tubuh terlalu tinggi. Karena hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri, satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur. Hipertensi merupakan kelainan yang diderita lebih dari 50 juta orang di amerika. Kelainan ini semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia.
Apakah Penyebab Hipertensi?
9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat diidentifikasi penyebab dari penyakit mereka ini. . Hipertensi dapat diturunkan oleh orang tua kepada anaknya. Apabila salah satu dari orang tua Anda terkena hipertensi, kecenderungan Anda untuk menderita hipertensi lebih besar jika dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki orang tua yang menderita hipertensi.
Resiko terkena hipertensi dapat diperkecil dengan cara : Mengontrol berat badan, Menjaga kebugaran, Menjaga pola makan yang seimbang dan membatasi konsumsi alkohol serta menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah. Faktor lain dengan kemungkinan yang lebih kecil sebagai penyebab hipertensi adalah adanya kelainan ginjal atau kelenjar endokrin. Hal ini dapat diketahui dengan pemeriksaan oleh dokter.
Dapatkah Hipertensi Berkembang Menjadi Penyakit Lain?
Ya, Hipertensi dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius atau bahkan kematian. Sering kali hipertensi disebut sebagai “silent killer” disebabkan 2 hal yaitu :
1. Sulit disadari karena tidak memiliki gejala khusus. Hal seperti pusing, gelisah, mimisan atau sakit kepala jarang berhubungan langsung dengan hipertensi. Hipertensi hanya dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah Anda secara teratur.
2. Hipertensi adalah pembunuh. Orang penderita hipertensi apabila tidak ditindaki mempunyai resiko besar untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung, ketidak teraturan detak jantung dan gagal ginjal jika dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki hipertensi .
Apakah Arti Dari Nilai Tekanan Darah Anda?
Tekanan darah Anda biasanya diinformasikan dalam format angka seperti 120/80. Angka pertama disebut Systolic. Systolic mengindikasikan tekanan puncak pada arteri yakni pada saat jantung berdetak. Angka selanjutnya disebut Diastolic. Diastolic mengindikasikan tenkanan pada arteri pada saat jantung beristirahat diantara detaknya. Hal ini memberikan gambaran tentang seberapa besar daya tahanan arteri kecil terhadap aliran darah. Tekanan pada arteri besar merupakan kombinasi dari detak jantung dan tahanan arteri kecil. Orang usia muda penderita hipertensi cenderung memiliki detak jantung yang lebih kuat sedangkan orang usia tua cenderung memiliki tahanan arteri kecil yang lebih besar. Pada sebagian orang terutama yang berusia lanjut memiliki nilai systolic yang tinggi namun diastolic yang normal atau rendah. Hal ini disebut sebagai Isolated Systolic Hypertension dan mengisyaratkan bahya arteri mereka telah menjadi sangat kaku.
Berapakah Seharusnya Nilai Tekanan Darah?
Tekanan darah tidak memiliki nilai yang baku. Hal ini berbeda beda menurut aktifitas fisik, emosi, waktu siang/malam dan keadaan emosi lainnya. Oleh karena itu tekanan darah penting untuk dimonitor lebih dari satu waktu. Berikut ini tabel nilai tekanan darah dan kategorinya :
Sumber : American Society of Hypertension (http://www.ash-us.o
20.58 | | 0 Comments
KEPUTIHAN DALAM KEHAMILAN
Keputihan dalam kehamilan sering dianggap sebagai hal yang biasa terjadi dan sering luput dari perhatian ibu maupun petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan kehamilan. Meskipun tidak semua keputihan disebabkan karena infeksi, beberapa keputihan dalam kehamilan yang dapat berbahaya karena dapat menyebabkan persalinan kurang bulan (prematuritas), ketuban pecah sebelum waktunya atau bayi lahir dengan berat badan rendah (<2500 gram).
Beratnya gejala keputihan tidak selalu sejalan dengan hasil persalinan. Sebagian wanita hamil tidak mengeluhkan keputihannya karena tidak merasa terganggu padahal keputihannya dapat membahayakan kehamilannya; sementara wanita hamil lain mengeluhkan gejala gatal yang sangat, cairan berbau namun tidak berbahaya bagi hasil persalinannya.
Dari bermacam keputihan yang dapat terjadi pada kehamilan, maka tiga besar yang sering didapatkan adalah :
1. Kandidosis vaginal (Vulvovaginal kandidosis)\
2. Vaginosis bakterial
3. Trikomoniasis.
I. KANDIDOSIS VULVOVAGINAL
(Vulvovaginal Candidiasis , VVC, kandidosis, candidal vaginitis, monilial infection atau vaginal yeast infection )
Penyebab utama
Pada umumnya adalah Candida albicans suatu mikroorganisme komensal dari ekosistem vagina dan terdapat dalam populasi kecil pada sekitar sepertiga vagina wanita sehat (Plourd,1997). Kandidiasis vulvovaginal dapat terjadi karena pertumbuhan berlebih sel-sel jamur yang secara normalpun terdapat dalam vagina wanita sehat. Kehamilan merupakan salah satu penyebabnya, selain itu sering juga terjadi pada pemakai kontrasepsi oral atau pemakaian antibiotika berlebihan, menstruasi, diabetes mellitus , penyakit-penyakit yang menurunkan daya kekebalan tubuh, kebiasaan irigasi vagina, cairan pewangi / pembersih vagina (vaginal cosmetics, perfumed feminine sprays), antimikrobial yang topikal , vaginal jelly, atau pemakaian celana dalam yang ketat dengan ventilasi yang kurang (Odds,1988).
Gejala klinis:
Gejala yang khas adalah adanya cairan vagina yang kental, seperti keju lembek ( spread cheese, cottage-cheese like appearance ) atau susu basi (curdled) yang dapat disertai oleh rasa gatal, iritasi atau rasa panas pada vulva. Vagina tidak mempunyai reseptor gatal, sehingga rasa gatal baru akan terjadi bila duh vaginal sudah mengiritasi vulva. Duh vaginal tidak selalu ada, atau bisa juga sangat sedikit, putih, encer dan tidak berbau. Bila terjadi infeksi sekunder maka duh vaginal bisa berwarna kekuningan atau kehijauan; juga dapat berbau.Vulva bengkak, sering terlihat ekskoriasi atau kemerahan (erythematous) Rasa nyeri berkemih atau disparenia dapat ada. Pria pasangannya jarang mempunyai gejala, bila ada, dapat berupa rasa gatal atau panas setelah hubungan seksual yang biasanya hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan.
Akibat terhadap kehamilan :
Meskipun keadaan ini sering menjengkelkan karena gejalanya tidak menyenangkan dan sering terjadi perkambuhan namun ternyata tidak menyebabkan hasil persalinan yang buruk. Kejadian prematuritas, ketuban pecah sebelum waktunya dan bayi berat lahir rendah tidak bertambah pada keadaan ini(Plourd,1997).
Diagnosis :
Kadang-kadang pasien tidak dapat mengutarakan anamnesis secara jelas karena malu atau hal lainnya. Dalam keadaan seperti ini pemeriksaan klinis harus lebih cermat dilakukan. Bagaimanapun diagnosis tidak mungkin ditegakkan hanya dari anamnesis. Karakteristik duh vaginal dapat dipakai sebagai pedoman dalam menegakkan diagnosis klinik, dalam keadaan duh vaginal tidak karakteristik, secara klinis dapat terjadi kesulitan untuk menegakkan diagnosis; pemeriksaan tambahan sederhana lainnya dapat membantu penegakan diagnosis klinis yakni dengan memeriksa pH sekret vagina, Uji amin dan Uji H2O2.
Bila gejala-gejala klinis diatas jelas , diagnosis klinis dapat ditegakkan, namun kepastian diagnosis harus dengan pemeriksaan mikroskopis terhadap sekresi vagina. Dengan penambahan KOH, dibawah mikroskop akan ditemukan hifa (hyphae) atau “budding yeast” pada 50%-70% kasus. C.albicans mudah diidentifikasi , mereka mempunyai hifa yang panjang dengan blastospora sepanyang hifa dan “cluster” pada ujungnya menggambarkan “snowman” Bila tidak ada komplikasi pH vagina biasanya normal (3,8 – 4,2) . Sebagian pasien dapat mengeluh kandidiasis rekuren; keluhan ini harus diperhatikan dan petugas kesehatan harus mencari faktor-faktor predisposisi yang mendasarinya atau mengevaluasi keadaan higiene vulva dan hal-hal yang berhubungan dengannya seperti cara membersihkan, kebiasaan berpakaian , dsb. Penilaian terhadap adanya infeksi sekunder (adanya vaginitis lainnya) juga harus dilakukan mengingat pengobatannya tidak sama.
Pengobatan :(Sobel,1990; Plourd,1997; Depkes, 1999)
Pengobatan antifungal topikal
Pengobatan topikal efisien dan dapat ditolerir oleh sebagian besar pasien. Demikian juga pada wanita hamil, terutama pada trimester pertamapengobatan topikal sangat dianjurkan.Terapi oral sebaiknya hanya digunakan pada kasus berat atau rekuren dalam usia kehamilan lebih dari 13 minggu. Pemakaian preparat topikal didasari dengan rumus umum pengobatan bahwa kelainan topikal dapat diobati dengan terapi topikal.
Berbagai preparat topikal untuk VVC tersedia dalam bentuk krim, tablet vagina, losion atau supositoria.
1. Klotrimazol 500 mg tablet vagina, dosis tunggal intravaginal sebelum tidur. Mikonazol atau kotrimazol 200 mg tablet vagina, intravaginal tiga hari berturut- turut, sebelum tidur.
2. Nistatin 100.000 unit tablet vagina,Intravaginal sekali sehari selama 2 minggu
Pengobatan antifungal sistemik
Pengobatan VVC secara sistemik sebaiknya dikhususkan pada mereka yang telah mendapat terapi topikal sebelumnya dan tidak berhasil, atau pada kasus-kasus khusus seperti VVC yang berat, atau rekuren pada trimester kedua kehamilan. Perlu untuk mengevaluasi adanya PMS disamping VVC; karena VVC yang rekuren sering berhubungan dengan adanya PMS lain yang tentu saja lain terapinya
1. Ketokonazol 200 mg peroral,2 kali sehari untuk 5 hari
2. Itrakonazol 200 mg per oral,2 kali sehari , hanya satu hari
3. Flukonazol 150 mg per-oral dosis tunggal
4. Flukonazol 150 mg / minggu untuk 12 minggu pada kasus rekuren
Pemakaian obat-obatan ini dalam kehamilan trimester ke dua tidak menunjukkan adanya hasil persalinan yang buruk.
II. TRIKOMONIASIS
Penyebabnya adalah Trichomonas vaginalis suatu protozoa yang mempunyai flagel, pada manusia biasanya terdapat di urethra (pria dan wanita) atau pada vagina terutama pada wanita pascamenopause. Ditransmisikan pada umumnya melalui hubungan seksual (CDC,1993).
Kejadiannya sekitar 25% dari seluruh vaginitis dan bila didiagnosis pada wanita yang tidak mengeluhkan gejala, kejadiannya dapat mencapai 50% (McLellan,1982). Keadaan kehamilan tidak menyebabkan penyakit ini bertambah insidensinya.
Gejala Klinis:
Gejala klinisnya bervariasi tergantung beratnya penyakit; bila gejala klinis ada, maka tampilannya berupa iritasi, gatal, rasa panas atau nyeri yang dapat terasa di daerah vulva,perineum dan paha; dapat disertai dispareni dan disuri. Dapat juga terjadi perdarahan bercak setelah koitus akibat kontak langsung dengan serviks yang meradang. Karakteristik duh vaginalnya berbuih; bisa berwarna putih keabuan atau berwarna kuning kotor kehijauan dan berbuih serta berbau busuk. Tergantung beratnya penyakit, vulva , vagina dan serviks dapat bengkak dan meradang kemerahan. Pemeriksaan apus serviks dengan lidi kapas sering menyebabkan perdarahan serviks.( McLelan,1982)
Akibat terhadap kehamilan:
Trikomoniasis berhubungan dengan kejadian prematuritas dan bayi berat lahir rendah.
Diagnosis:
1. Duh vaginal berbuih berbau busuk (pada 35% kasus)
2. PH vagina > 4,5 (pada 70% kasus)
3. Serviks dengan punctate microhaemorrhage (“strawberry appearance”) (25%)
4. Trichomonas vaginalis yang bergerak pada preparat basah ( 50-75%)
Pengobatan:
1. 2 gram metronidazol dosis tunggal,untuk mereka yang tidak dapat mentolerir dosis yang besar ini , dapat diberikan:
2. metronidazol 500 mg bid selama 7 hari
Pasangan seksualnya juga harus diberi terapi. Beberapa peneliti menganjurkan dosis tinggi (2gram) selama beberapa hari (CDC,1993) . Rejimen ini dapat disertai oleh metronidazol supositori vaginal (500 mg) 2 kali sehari. Terapi topikal dengan vaginal supositori saja hanya efektif 50%. Meskipun secara klasik dalam kehamilan ,metronidazol tidak diberikan pada trimester pertama, namun pemberian dosis tunggal 2 gram terbukti aman Saat ini pemberian metronidazol pada trimester kedua dan ketiga kehamilan tidak dipersoalkan lagi.
III. VAGINOSIS BAKTERIALIS
Vaginosis bakterialis merupakan penyebab flour albus yang umum ditemukan pada wanita usia subur (Bouchard dkk, 1997). Di USA keadaan ini merupakan sekitar 50% penyebab vaginitis pada seluruh populasi wanita dan merupakan 10%-30% penyebab vaginitis pada wanita hamil (Majeroni 1998). Sebelum tahun 1955, penyakit ini dikenal dengan nama nonspecific vaginitis, Haemophilus vaginitis, Gardnerella vaginitis, Corynebacterium vaginitis , nonspecific vaginosis atau anaerobic vaginosis (Hill GB,1993). Ekosistem vagina normal sangat kompleks, flora bakterial yang predominan adalah laktobasili (95%) ,disamping itu terdapat pula sejumlah kecil (5%) variasi yang luas dari bakteri erobik maupun anerobik. Ekosistem vagina yang normal mengandung 105 sampai 106 /gr dari sekresi vagina; sedangkan pada vaginosis bakterialis terjadi peningkatan sangat besar yaitu mencapai 109 – 1011/gram sekresi.
Vaginosis bakterialis diketahui kemudian sebagai infeksi superfisial pada vagina yang menyertai keadaan menghilangnya laktobasili yang normal dan disertai oleh pertumbuhan berlebihan dari mikroorganisme lain dalam konsentrasi yang tinggi. Anggota utama mikroorganisme tersebut adalah Gardnerella vaginalis, bakteri batang anerob gram negatif yang termasuk dalam genera Prevotella, Porphyromonas dan Bacteroides, Peptostreptococcus sp, Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum dan seringkali Mobiluncus sp.Bakteri anerob inilah yang memproduksi ensim-ensim yang menimbulkan bau amis tajam pada keadaan vaginosis bakterialis, (Thomason 1991). Gardnerella vaginalis-nya sendiri tidak selalu ditemukan pada sindroma ini, bahkan dapat ditemukan pada 16-42% wanita yang tidak mempunyai gejala vaginitis.
Sampai saat ini penyebab pergeseran ekosistem vaginal ini belum jelas. Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) merupakan risiko untuk terjadinya vaginosis bakterialis (Avont, 1990) sedangkan Barbone dkk(1991) menghubungkan peningkatan kejadian ini dengan jumlah partner sex dalam satu bulan terakhir. Peneliti lainnya menghubungan dengan alat kontrasepsi yang bukan metoda barier; hal ini diduga karena cairan semen akan merubah keasaman vagina yang akan memacu ketidakseimbangan flora vagina. Vaginosis bakterialis jarang didapatkan pada anak wanita prepubertas atau wanita pascamenopause; sedangkan pada sebagian wanita dapat terjadi secara siklis. Hal ini menunjukkan hubungan antara keadaan ini dengan siklus hormonal.
Diagnosis:
Diagnosis vaginosis bakterialis ditegakkan bila 3 kriteria terpenuhi dari 5 kriteria dibawah ini (Majeroni,1998):
• Cairan vagina yang homogen (jumlah dan warnanya dapat bervariasi)
• PH vagina > 4.5
• Uji Amin (+)
• Terdapat “clue cell” > 20% pada preparat basah atau pewarnaan Gram
• Tidak adanya / berkurangnya laktobasil pada pewarnaan Gram.
Implikasi klinis dan morbiditas:
Secara klinis vaginosis bakterialis dapat ditemukan dengan adanya cairan vagina yang berlebihan, biasanya homogen dan berbau amis. Jumlah dan warna cairan vagina bervariasi namun biasanya homogen dan encer .Seringnya cairan ini menjadi sangat berlebihan setelah koitus. Sekitar 50% dari penderita vaginosis bakterialis ini sering tidak mengeluhkan gejalanya padahal secara klinis memenuhi kriteria vaginosis bakterialis .(Bouchard ,1997)
Pada wanita hamil meskipun frekuensi vaginosis bakterialis cukup tinggi, 16%-24%(Hill 1988, Hillier 1992) namun sebagian besar menganggap adanya cairan vagina berlebih sebagai hal yang normal. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya peningkatan risiko terjadinya persalinan kurang bulan, kontraksi prematur atau kelahiran dengan BBLR.. Vaginosis bakterialis juga berhubungan dengan keberadaan fetal fibronectin yang terbukti meningkatkan kejadian korioamnionitis dan neonatal sepsis.. Wanita hamil yang menderita vaginosis bakterialis dua kali lebih sering terkena infeksi gonore dan klamidia dibandingkan dengan wanita hamil yang mempunyai laktobasili predominan sebagai flora vaginanya (Hillier,1992) . Penelitian pada pekerja seks di Thailand menunjukkan bahwa wanita dengan vaginosis bakterialis lebih banyak yang menderita HIV (Cohen,1995).
Morbiditas lain akibat vaginosis adalah:
1. Postpartum endometritis
2. Selulitis tumpul vagina pasca histerektomi
3. Peradangan Panggul pasca kuretasi
4. Plasma sel endometritis
Pengobatan:(Thomason,1991;Sweet,1993;Prietsley,1996;Bouchard,1997; Majeroni,1998)
Pengobatan Topikal:
Clindamycin (krim vagina) 5 gram waktu tidur, selama 7 hari
Metronidazol gel 5 gram bid waktu tidur selama 7 hari.
Pengobatan Oral :
Metronidazol 500 mg bid selama 7 hari atau 2 gram dosis tunggal
Clindamycin 300 mg bid selama 7 hari
Pencegahan infeksi :
Pencegahan vaginitis atau vaginosis yakni :
1. Jangan memakai celana dalam dari bahan sintetis atau celana ketat
2. Pakailah selalu celana katun
3. Jangan memakai panty-liner setiap hari
4. Sesudah mandi keringkan daerah vulva dengan baik sebelum berpakaian (bisa memakai hairdryer )
5. Cebok dari depan ke belakang setiap berkemih/b.a.b dapat membantu mengurangi kontaminasi mikroorganisme dari rektum
6. Kurangi mengkonsumsi gula-gula, alkohol, coklat atau kafein dalam diet sehari-hari
Jangan terbiasa melakukan irigasi vagina, memakai tampon, pewangi/spray vagina atau tissue/ sanitary napkins berparfum
Uji Amin (KOH whiff test) :
Pemberian setetes KOH 10% pada sekret vagina diatas gelas objek akan menghasilkan bau amis yang karakteristik ( fishy / musty odor )
Uji H2O2 :
Pemberian setetes H2O2 (hidrogen peroksida) pada sekret vagina diatas gelas objek akan segera membentuk gelembung busa ( foaming bubbles) karena adanya sel darah putih yang karakteristik untuk trikomoniasis atau pada vaginitis deskuamatif, sedangkan pada vaginosis bakterialis atau kandidiasis vulvovaginal tidak bereaksi
Prof Dr. dr Sofie R. Krisnadi, SpOG(K).
Daftar Pustaka :
• Avonts D, Sercu M, Heyetick P, et al. : Incidence of uncomplicated genital infections in women using oral contraception or an intrauterine device : a prospective study. Sex trans Dis. 1990;17:23-9.
• Barbone F, Austin H, Louv WC, et al.: A follow-up study of methods of contraception, sexual activity, and rates of trichomoniasis, candidiasis, and bacterial vaginosis. Am J Obstet Gynecol. 1990 ; 163:510-4.
• Bouchard C, Hetwood MS, Lea RH et al.: Bacterial vaginosis, SOGC clinical practice guidelines. Committee opinion no. 14, March 1997.
• Cohen CR, Durerr A, Pruithithada N. et al.: Bacterial vaginosis and HIV seroprevalence among female commercial sex workers in Chiang Mai, Thailand.
• AIDS. 1995;9:1093-7. (CDC) Centers for Disease Control and Prevention: Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines . Washington,DC, US Department of Health and Human Services ,1993.Christos,RH: Vaginitis testing without microscopy. Clinician Reviews 8 (4):133, 1998.
• Departemen Kesehatan RI: Penanggulangan Penyakit Menular Seksual melalui pelayanan KIA. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat - Direktorat Kesehatan Keluarga, Jakarta 1999.
• Hill GB: Microbiology of Bacterial Vaginosis, Am J Obstet Gynecol 1993; 169: 450-454.
• Hill LVH, Luither ER, Young D, et al. Prevalence of lower genital tract infections in pregnancy. Sex Transm Dis. 1988;15:5-10
• illier SL, Krohn MA, Nugent RP et al. : Characteristics of three vaginal flora patterns assessed by Gram stain among pregnant women. Am J Obstet Gynecol. 1992;166:938-944.
• Joesoef MR, Hillier SL, Josodiurondo S & Linnan M: Reproducibility of a scoring system for Gram stain diagnosis of bacterial vaginosis. J Clin Microbiol 1991: 29; 1730-1731.
• Larsson PG, Plattz-ChristensenJJ, Sundstrom E: Is Bacterial Vaginosis a sexually transmitted disease? Int J STD AIDS. 1991;2:362-4.
• Majeroni BA. Bacterial Vaginosis: an update. Am Fam Phys 1998: March 15.
• Nugent RP, Krohn MA & Hillier SL: Reliability of diagnosing bacterial vaginosis is improved by a standardized method of Gram stain interpretation. J Clin Microbiol 1991: 29 ; 297-301.
• Maclvor D : Avoiding the pitfalls of diagnosing vaginitis . Clin Adv Treat Infect 5 : 4-5,14, 1991.
• McLellan R, Spence MR, Brockman M : The clinical diagnosis of trichomoniasis. Obstet Gynecol 60: 30-34,1982. OBGYN.net Publications: Three-Day treatment option for bacterial vaginosis in non-pregnant women gets FDA approval. March 4, 1998.
• Odds FC : Iatrogenic factors that predispose to candidosis, in Candida and Candidosis, ed2. London , Balliere Tindall,1988, pp104-14.
• Plourd,MD: Practical guide to diagnosing and treating vaginitis. Medscape Women’s Health 2 (2), 1997.
• Prietsley, Cecilia JF, Kinghorn GR: “Bacterial Vaginosis”. Brit J of Clin Pract. Sept
1996:50; 6:331-4
• Sobel JD: Vaginitis in addult women. Ob Gyn Clin North Am 17 : 851-879,1990.
• Soper,DE : Genitourinary infections and sexually transmitted diseases. In Novak’s Gynaecology . Ed.s Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. 12 th Ed. 1996 Williams & Wilkins, pp 432-4.
• Sweet, Richard L: New Approached for the treatment of bacterial vaginosis .Am J . Obstet Gynecol 1993 : 169; 479-82.
• Tobin MJ. Vulvovaginal candidiasis : Topical vs Oral therapy .American Family Physician. May 15,1995.
• Thomason JL,Gelbart SM, and Scaglione NJ. Bacterial vaginosis: current review with indications for asymptomatic therapy. Am J Obstet Gynecol 1991; 165: 1210-16.
03.59 | | 1 Comments
Kondiloma Akuminata ( Jengger ayam )
Kondiloma Akuminata merupakan salah satu penyakit menular seksual. Selain Gonore (GO), Sifilis,Chlamydia, Herpes Genetalis, kutu kemaluan (pubic lice), Vaginitis.
Penularan penyakit menular seksual umumnya adalah melalui hubungan seksual, sedangkan cara lainnya yaitu melalui transfusi darah, jarum suntik, ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya, dan lain-lain.
Di Amerika Serikat cenderung meningkat 4-5 kali lipat dalam dua dekade terakhir, insidensi tertinggi pada wanita usia 20-30 tahun. Setiap tahun ada 500.000-1.000.000 kasus baru yang ditemukan di Amerika Serikat. Laporan lain telah mencatat bahwa prevalensi penyakit ini empat kali lebih tinggi dalam dua dekade terakhir ini. Laporan dari klinik penyakit menular seksual (PMS) di Inggris, bahwa jumlah kasus baru meningkat dua kali lipat dalam dekade terakhir ini. Di negara Hongkong penyakit ini menduduki peringkat kedua PMS, dan akhir-akhir ini insidensi penyakit ini meningkat terus. Data rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat ketiga diantara penyakit penular seksual, sesudah uretritis gonore dan non gonore.
Condyloma accuminatum [Kondiloma akuminata ] juga dikenal sebagai:
1. Kutil kelamin
2. Kutil kemaluan
3. Kutil genital (kutil genitalia)
4. Genital warts
5. Veruka akuminata
6. Venereal wart
7. Jengger ayam
Definisi
Kondiloma akuminata adalah:
1. Tumor pada genitalia yang ditemukan pada laki-laki maupun perempuan dan bersifat lunak seperti jengger ayam.
2. Pertumbuhan jaringan yang bersifat jinak, superfisial, terutama di daerah genitalia (kelamin)
3. Penyakit Menular Seksual disebabkan infeksi virus papiloma human (VPH) tipe 6 dan 11. Pertumbuhan nya mula – mula kecil, kemudian cenderung berkelompok dan menyatu membentuk suatu benjolan yang besar yang menyerupai bunga kol [seperti jengger ayam atau brokoli].
Penyebab
Virus DNA golongan Papovavirus, yaitu: Human Papilloma Virus (HPV). HPV tipe 6 dan 11 menimbulkan lesi dengan pertumbuhan (jengger ayam). HPV tipe 16, 18, dan 31 menimbulkan lesi yang datar (flat). HPV tipe 16 dan 18 seringkali berhubungan dengan karsinoma genitalia (kanker ganas pada kelamin). Masa inkubasi Kondiloma akuminata berlangsung antara 1-8 bulan (rata-rata 2-3 bulan). VPH (virus papiloma humanus) masuk ke dalam tubuh melalui mikrolesi pada kulit, sehingga kondiloma akuminata sering timbul di daerah yang mudah mengalami trauma pada saat hubungan seksual. Pada pria, tempat yang sering terkena adalah glans penis, sulkus koronarius, frenulum dan batang penis, sedang pada wanita adalah fourchette posterior, vestibulum, dll.
Patofisiologi
Sel dari lapisan basal epidermis diinvasi oleh HPV. Hal ini berpenetrasi melalui kulit dan menyebabkan mikro abrasi mukosa. Fase virus laten dimulai dengan tidak ada tanda atau gejala dan dapat berakhir hingga bulan dan tahun. Mengikut fase laten, produksi DNA virus, kapsid dan partikel dimulai. Sel Host menjadi terinfeksi dan timbul atipikal morfologis koilocytosis dari kondiloma akuminata. Area yang paling sering terkena adalah penis, vulva, vagina, serviks, perineum dan perineal. Lesi mukosa yang tidak biasa adalah di oropharynx, larynx, dan trachea telah dilaporkan. HPV-6 bahkan telah dilaporkan di area lain yang tidak biasa (ekstremitas). Lesi simultan multiple juga sering dan melibatkan keadaan subklinis sebagaimana anatomi yang berdifferensiasi dengan baik. Infeksi subklinis telah ditegakkan dalam membawa keadaan infeksi dan potensi akan onkogenik.
Kondiloma akuminata dibagi dalam 3 bentuk:
1. Bentuk akuminata
Terutama dijumpai pada daerah lipatan dan lembab. Terlihat vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot seperti jari. Beberapa kutil dapat bersatu membentuk lesi yang lebih besar sehingga tampak seperti kembang kol. Lesi yang besar ini sering dijumpai pada wanita yang mengalami fluor albus dan pada wanita hamil, atau pada keadaan imunitas terganggu.
2. Bentuk papul
Lesi bentuk papul biasanya didapati di daerah dengan keratinisasi sempurna, seperti batang penis, vulva bagian lateral, daerah perianal dan perineum. Kelainan berupa papul dengan permukaan yang halus dan licin, multipel dan tersebar secara diskret.
3. Bentuk datar
Secara klinis, lesi bentuk ini terlihat sebagai makula atau bahkan sama sekali tidak tampak dengan mata telanjang, dan baru terlihat setelah dilakukan tes asam asetat. Dalam hal ini penggunaan kolposkopi sangat menolong.
Gejala Klinis
a. Terdapat papul atau tumor (benjolan), dapat soliter (tunggal) atau multipel (banyak) dengan permukaan yang verukous atau mirip jengger ayam.
b. Terkadang penderita mengeluh nyeri. Jika timbul infeksi sekunder berwarna kemerahan akan berubah menjadi keabu-abuan dan berbau tidak sedap.
c. Umumnya di daerah lipatan yang lembab pada genitalia eksterna. Pada pria, misalnya di: perineum dan sekitar anus, sulkus koronarius, gland penis, muara uretra eksterna, prepusium, korpus dan pangkal penis. Pada wanita, misalnya di: vulva dan sekitarnya, introitus vagina, labia mayor, labia minor, terkadang pada porsio uteri.
Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan:
1. Tes asam asetat
Bubuhkan asam asetat 5% dengan lidi kapas pada lesi yang dicurigai. Dalam beberapa menit lesi akan berubah warna menjadi putih (acetowhite). Perubahan warna pada lesi di daerah perianal perlu waktu lebih lama (sekitar 15 menit).
2. kolposkopi
merupakan tindakan yang rutin dilakukan di bagian kebidanan. Pemeriksaan ini terutama berguna untuk melihat lesi kondiloma akuminata subklinis, dan kadang-kadang dilakukan bersama dengan tes asam asetat.
3. Histopatologi
Pada kondiloma akuminata yang eksofitik, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya akan memperlihatkan gambaran papilomatosis, akantosis, rete ridges yang memanjang dan menebal, parakeratosis dan vakuolisasi pada sitoplasma.
Diagnosis Banding
1. Kondiloma lata atau kondiloma latum (pada sifilis).
2. Moluskum kontagiosum.
3. Veruka vulgaris.
4. Karsinoma sel skuamos
5. Rhabdomyolysis
Masalah lain yang dipertimbangkan
a. Bowen disease
b. Condyloma lata
c. Darier disease
d. Fibroepitheliomas
e. Hailey-Hailey disease
f. Neoplasia
g. Nevi
h. Pearly penile papules
i. Squamous cell carcinoma in situ
j. Vulvar neurofibromatosis
k. Vulvar vestibular papillae
Penatalaksanaan
1. Tutul (olesi sedikit) dengan tinctura podofilin 20-25% (ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, karena dapat terjadi kematian fetus/janin).
2. Pada wanita hamil, tutul dengan asam triklorasetat (TCA) 80-90%. Atau digunakan larutan dengan konsentrasi 50%, dioleskan setiap minggu.
3. Salep 5-fluorurasil 1-5% diberikan setiap hari sampai lesi hilang.
4. Bedah listrik (elektrokauterisasi).
5. Bedah beku dengan nitrogen cair.
6. Bedah skalpel.
7. Laser karbondioksida.
8. Interferon (suntikan i.m. atau intralesi) atau topikal (krim).
a. Interferon alfa diberikan dengan dosis 4-6 mU i.m. 3 x seminggu selama 6 minggu atau
dengan dosis 1-5 mU i.m. selama 6 minggu.
b. Interferon beta diberikan dengan dosis 2x10 g unit i.m. selama 10 hari berturut-turut.
9. Pada pria yang tidak dikhitan (disunat) dapat dilakukan eksisi dan sirkumsisi (khitan).
Prognosis
Penyakit ini dapat disembuhkan total, namun kadang – kadang dapat kambuh setelah pengobatan karena adanya infeksi ulang atau timbulnya penyakit yang masih laten. Mengingat virus ini juga meningkatkan resiko terjadinya penyakit kanker serviks [kanker mulut rahim], maka jika memang seseorang sudah positif terkena kondiloma akuminata sebaiknya dilakukan test pap smear juga. Test ini juga dianjurkan bagi wanita paling tidak setiap 1 tahun setelah aktif secara seksual.
Tahukah Anda
a. Mortalitas merupakan hal sekunder terhadap perubahan maligna menjadi karsinoma pada pria dan wanita.
b. Infeksi HPV tampak untuk menjadi lebih sering dan memburuk pada pasien dengan variasi tipe defisiensi imun. Angka rekurensi, ukuran, ketidaknyamanan dan risiko dari perkembangan onkologis merupakan yang tertinggi di antara pasien ini. Infeksi sekunder adalah hal yang tidak biasa.
c. Kesakitan laten menjadi lebih aktif selama kehamilan. Vulva kondiloma akuminata dapat berkaitan dengan parturitas. Trauma kemudian dapat muncul, menghasilkan krusta atau eritema. Perdarahan telah dilaporkan pada lesi yang besar yang dapat timbul selama kehamilan.
c. Pada pria, perdarahan telah dilaporkan sesuai datarnya meatus uretra penis, biasanya dikaitkan dengan HPV-16. Akhirnya, obstruksi uretra akut pada wanita juga dapat timbul.
d. Kedua jenis kelamin dapat rentan terhadap infeksi.
e. Penyakit tambahan dapat menjadi lebih sering pada pria (dilaporkan pada 75% pasien).
f. Prevalensi adalah yang terbesar pada orang dengan usia antara 17-33 tahun, dengan insidensi meningkat pada orang yang berusia 20-24 tahun.
g. Merokok, kontrasepsi oral, pasangan seksual yang banyak, dan usia koitus awal merupakan factor resiko dalam mendapatkan kondiloma akuminata.
h. Umumnya, dua pertiga individu yang mempunyai kontak seksual dengan seorang partner yang mempunyai kondiloma akuminata akan timbul lesi dalam waktu 3 bulan.
j. Keluahan utama biasanya salah satu dari benjolan yang tidak nyeri, pruritus, atau keluar cairan..
Manuaba, IGB. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. EGC. Jakarta;1998.
Bagian obstetri dan ginekologi FK UNPAD. Ginekologi. Elstar Offset. Bandung;1997.
Malik SR, Amin S, Anwar AI. Gonore. In: Amiruddin MD, editor. Penyakit Menular Seksual. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2004.
Dalil SF, Maksa WIB, Zubier F, Judanarso J, editor. Infeksi menular seksual. Fakultas kedokteran UI;Jakarta;2005.
03.04 | | 0 Comments
PERMENKES TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
3. Surat Izin Praktek Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kebidanan.
4. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi dan standar operasional prosedur.
5. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah kepada tenaga kesehatan yang memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Obat Bebas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna hijau yang dapat diperoleh tanpa resep dokter.
7. Obat Bebas Terbatas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna biru yang dapat diperoleh tanpa resep dokter.
8. Organisasi Profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia
BAB II PERIZINAN
Pasal 2
1. Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan
2. Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri dan/atau praktik mandiri.
3. Bidan yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan minimal Diploma III (D III) kebidanan.
Pasal 3
1. Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB
2. Kewajiban memiliki SIPB dikecualikan bagi bidan yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri atau Bidan yang menjalankan tugas pemerintah sebagai Bidan Desa.
Pasal 4
1. SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.
2. SIPB berlaku selama STR masih berlaku.
Pasal 5
1. Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, bidan harus mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan:
a. Fotocopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir
b. Surat keterangan sehat fisik dari Dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c. Surat pernyataan memiliki tempat praktik
d. Pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga ) lembar; dan
e. Rekomendasi dari Organisasi Profesi
2. Surat permohonan memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana tercantum dalam Formulir I (terlampir)
3. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat praktik.
4. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir
Pasal 6
1. Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi tempat praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan
2. Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran peraturan ini.
3. Dalam menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan wajib memasang nama praktik kebidanan
Pasal 7
SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
1. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB
2. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang
3. Dicabut atas perintanh pengadilan
4. Dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi
5. Yang bersangkutan meninggal dunia
BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 8
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi:
a. Pelayanan kebidanan
b. Pelayanan reproduksi perempuan; dan
c. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pasal 9
1. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan kepada ibu dan bayi
2. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa menyusui.
3. Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.
Pasal 10
1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) meliputi:
a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. Pertolongan persalinan normal
e. Pelayanan ibu nifas normal
2. Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) meliputi:
a. Pemeriksaan bayi baru lahir
b. Perawatan tali pusat
c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir
e. Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah; dan
f. Pemberian penyuluhan
Pasal 11
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk:
a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah
b. Bimbingan senam hamil
c. Episiotomi
d. Penjahitan luka episiotomi
e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
f. Pencegahan anemi
g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif
h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
j. Pemberian minum dengan sonde/pipet
k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala III;
l. Pemberian surat keterangan kelahiran
m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk;
a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter;
c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan
e. Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil.
Pasal 13
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf c, berwenang untuk:
a. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi;
b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan
c. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
Pasal 14
1. Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
2. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
3. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4. Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.
Pasal 15
1. Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
2. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan sesuai dengan modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri.
3. Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh sertifikat.
Pasal 16
Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan dengan pendidikan Diploma I kebidanan yang telah mengikuti pelatihan.
Pasal 17
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 18
1. Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu.
c. Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
e. Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan;
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis;
g. Mematuhi standar; dan
h. Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahirana dan kematian.
2. Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik sepanjang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/ atau keluarganya;
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan standar pelayanan; dan
d. Menerima imbalan jasa profesi.
Bab IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 20
1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dan mengikutsertakan organisasi profesi.
2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Pasal 21
1. Dalam rangka melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam peraturan ini.
2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pencabutan SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d. Pencabutan SIPB selamanya.
BAB V KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 22
1. SIPB yang dimiliki Bidan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan masih tetap berlaku sampai masa SIPB berakhir.
2. Pada saat peraturan ini mulai berlaku, SIPB yang sedang dalam proses perizinan, dilaksanakan sesuai ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 24
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Januari 2010
Dr. Endang rahayu Sedyaningsih, MPH, DR, PH
LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Fase Luka Bakar
A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.
C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur
02.21 | Label: luka bakar | 0 Comments
Jadi bidan panggilan
Memerlukan kesabaran yang sangat luar biasa, selain melakukan pelayanan di POLINDES (pondok bersalin desa) harus mau berkunjung memenuhi panggilan pasien untuk datang kerumahnya jika diperlukan.. Sebagai bidan desa harus siap jadi bidan panggilan/siap setiap saat 24 jam di panggil di mintai pertolongan.
04.38 | Label: dunia bidan | 0 Comments
Mengenal 7 Refleks Primitif Bayi
Refleks primitif bayi
Anak yang baru lahir mempunyai sejumlah refleks. Mereka merupakan dasar bagi bayi dalam koordinasi fisik mengadakan reaksi serta tindakan yang aktif. Beberapa dari reflek-reflek ini akan menghilang dalam waktu dalam waktu tertentu, reflek inilah yang disebut reflek primitif bayi / reflek anak menusu. Reflek primitif bersifat fisiologi / alami yang muncul secara otomatis dan akan menghilang seiring dengan bertambahnya usia anak, karena bersifat sementara reflek ini juga biasa di sebut refleks sementara.
Berikut berbagai macam Refleks
1. Refleks Moro
Timbul oleh rangsang yang mendadak / mengejutkan. Bayi akan mengembangkan tanganya ke samping dan melebarkan jari-jarinya kemudian menarik tangannya kembali dengan cepat seperti ingin memeluk seseorang.
Muncul sejak lahir, akan mereda 1 atau 2 minggu dan minghilang setelah 6 bulan. Biasanya refleks ini diikuti dengan tangisan bayi. Jika refleks ini timbul, menunjukkan terjadinya ketidak matangan otak dan retardasi mental
2. Refleks Babinski
Tampak dengan mengusap / menekan bagian menonjol dari dasar jari di telapak kaki bayi keatas dan jari-jari membuka.
Dapat berlanjut hingga 8 bulan, dan menghilang setelah 9-12 bulan
3. Refleks Menciun ( Rooting refleks )
Kepala bayi akan berpaling memutar ke arah usapan dan mencari puting susu dengan bibirnya, Refleks ini untuk mencari makanan.
Reflek ini berlanjut sementara bayi masih menyusu dan menghilang setelah 3-4 bulan.
4. Refleks Hisap ( Sacking Refleks )
Ditimbulkan oleh rangasangan pada daerah mulut atau pipi bayi dengan puting / tangan. Bibir bayi akan maju ke depan dan lidah melingkar ke dalam untuk menyedot.
Paling kuat pada 4 bulan pertama dan memudar setelah 6 bulan dan secara bertahap melebur dengan kegiatan yang disadari
5. Refleks Genggam ( Palmar Grasp Refleks )
Timbul bila kita mengoreskan jari melalui bagian dalam atau meletakkan jari kita pada telapak tangan bayi. Jari-jari bayi akan melingkar ke dalam seolah memegangi suatu benda dengan kuat.
Biasanya reflek ini menghilang sekitar 4 bulan
6. Tonick Neck Refleks
Meruapakan refleks mempertahankan posisi leher / kepala. Timbul bila kita membaringkan bayi secara telentang. Kepala bayi secara akan berpaling ke salah satu sisi sementara ia berbaring terlentang. Lengan pada sisi kemana kepalanya beraling akan terlentang terlentang lurus keluar, sedangkan tangan lainnya dilipat / ditekuk.
Refleks ini sangat nyata pada 2 atau 3 bulan dan menghilang sekitar 4 bulan.
7. Refleks Melangkah ( Stepping Refleks )
Timbul ketika kita memegangi bayi pada posisi berdiri dan sedikit menekan. Bayi akan mengangkat kakinya secara bergantian seakan -akan berjalan.
Refleks ini mulai berkurang setelah 1 minggu dan akan menghilang setelah 2 bulan.
Terus bagaimana bila bayi anda sampai sekarang belum ada tanda – tanda refleks seperti coretan diatas, segera konsultasikan kepada dokter atau tenaga medis atau bidan setempat.
Perhatian Anda adalah Masa Depan Mereka
Sumber : ” Bayi Anda Tahun Pertama ” oleh Paula Kelly, Arcan Jakarta
01.53 | | 0 Comments
RETENSIO PLASENTA
Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah
janin lahir.
Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena
kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta disebut plasenta
adhesiva. Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh
karena villi korialisnya menembus desidua sampai miometrium disebut plasenta
akreta. Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum lahir karena
terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim disebut plasenta
inkarserata.
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah
lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung
luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui
periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta
sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan
plasenta manual.
Prosedur plasenta manual sebagai berikut:
· Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam narkosis,
karena relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya terutama bila retensi
telah lama. Sebaiknya juga dipasang infus NaCl 0,9% sebelum tindakan
dilakukan. Setelah desinfektan tangan dan vulva termasuk daerah
seputarnya, labia dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan
dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina.
· Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis. Tangan
kanan dengan posisi obstetrik menuju ke ostium uteri dan terus ke lokasi
plasenta; tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar tidak terjadi salah jalan
(false route).
· Supaya tali pusat mudah diraba, dapat diregangkan oleh pembantu (asisten).
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan tersebut dipindahkan
ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk
menentukan bidang pelepasan yang tepat. Kemudian dengan sisi tangan kanan
sebelah kelingking (ulner), plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian
plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar
dengan dinding rahim. Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang
dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar.
· Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan plasenta secara
manual ialah adanya lingkaran konstriksi yang hanya dapat dilalui dengan
dilatasi oleh tangan dalam secara perlahan-lahan dan dalam nakrosis yang
dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar
dilepaskan daripada lokasi di dinding belakang. Ada kalanya plasenta tidak
dapat dilepaskan secara manual seperti halnya pada plasenta akreta, dalam hal
ini tindakan dihentikan.
Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap, segera dilakukan
kompresi bimanual uterus dan disuntikkan Ergometrin 0.2 mg i.m atau i.v sampai
kontraksi uterus baik. Pada kasus retensio plasenta, risiko atonia uteri tinggi oleh
karena itu harus segera dilakukan tindakan pencegahan perdarahan postpartum.
Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilanjutkan dengan tindakan sesuai prosedur
tindakan pada atonia uteri.
Plasenta akreta ditangani dengan histerektomi oleh karena itu harus dirujuk ke
rumah sakit.
SISA PLASENTA
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat
(biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum
dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah
plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat
gejalanya sama dengan subinvolusi rahim yaitu perdarahan.
Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar 3 – 11
yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan
akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila
penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir.
Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan
akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan
dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu
ultrasonografi.
Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan
kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal
dalam rongga rahim.
Pengelolaan
1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat
dikeluarkan secara manual.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
11.21 | | 1 Comments
Manfaat ASI bagi ibu
Manfaat ASI bagi ibu dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu:
1. Aspek kesehatan ibu.
2. Aspek keluarga berencana.
3. Aspek psikologis.
Aspek kesehatan ibu
Hisapan bayi akan merangsang terbentuknya oksitosin yang membantu involusi uteri dan mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan, mengurangi prevalensi anemia dan mengurangi terjadinya karsinoma indung telur dan mammae, mengurangi angka kejadian osteoporosis dan patah tulang panggul setelah menopause, serta menurunkan kejadian obesitas karena kehamilan.
1. Manfaat menyusui untuk mencegah kanker payudara
Aspek keluarga berencana
Menyusui secara eksklusif dapat menjarangkan kehamilan. Hormon yang mempertahankan laktasi menekan ovulasi sehingga dapat menunda kesuburan. Menyusui secara eksklusif dapat digunakan sebagai kontrasepsi alamiah yang sering disebut metode amenorea laktasi (MAL).
2. Manfaat menyusui untuk keluarga berencana
Aspek psikologis
Perasaan bangga dan dibutuhkan sehingga tercipta hubungan atau ikatan batin antara ibu dan bayi
3. Manfaat menyusui untuk psikologis ibu dan bayi
Referensi
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 17-24)
Program Manajemen Laktasi, 2004. Buku Bacaan Manajemen Laktasi. Jakarta. (bab 3, hlm : 3-10)
Pusdiknakes, 2003. Buku 4: Asuhan Kebidanan Post Partum. (hlm: 25)
Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta: Pustaka Bunda. (hlm: 40-49)
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika. (hlm: 31-34)
04.25 | | 0 Comments
PROTAP PELAYANAN TINDAKAN HECTING ( JAHIT LUKA )
Pelayanan : Pengobatan.
Prosedur : Tindakan Hecting ( Jahit Luka )
1. TUJUAN :
Sebagai Pedoman kerja bagi petugas medis / paramedis dalam melakukan pelayanan tindakan Hecting ( Jahit luka ) di ruang Pengobatan.
2. SASARAN :
Tenaga Medis / Paramedis dalam melakukan pelayanan tindakan Hecting ( Jahit luka ) di ruang Pengobatan.
.
3. URAIAN UMUM :
» Sterilisasi alat :
Tindakan mensterilisasi alat-alat hecting dengan alat sterilisator.
» Penjahitan luka ( hecting ) :
Tindakan menjahit luka ( hecting ) dengan alat yang telah disterilkan dan membersihkan luka sesuai dengan keadaan luka ( luka bersih dengan Betadin dan luka kotor dengan H2O2, cairan steril serta Betadin ).
» Perawatan Luka :
Menutup luka dengan kasa steril dan menganjurkan untuk kontrol kembali 2 hari lagi.
Pemberian Antibiotika dan Analgetik.
» Pemberian ATS :
Penyuntikan. ATS disesuaikan dengan :
» Sifat luka
» Kondisi luka
» Status Imunisasi.
4. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN :
a. Pasien luka dibawa ke Ruang Tindakan ( R. Pengobatan ).
b. Petugas menyiapkan anestesi lokal dan alat hecting steril.
c. Petugas mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan steril.
d. Petugas melakukan antiseptis pada daerah luka dan menutupnya dengan kain steril.
f. Petugas melakukan anestesi dengan lidocain pada sekitar tepi luka.
e. Petugas membersihkan luka dengan betadin pada luka yang bersih dan dengan H2O2, cairan steril serta betadin pada luka yang kotor..
g. Petugas menjahit luka dengan alat hecting yang telah disterilkan.
h. Petugas merapikan jahitan dengan pinset cirurgis.
i. Petugas membersihkan jahitan dengan betatin.
j. Petugas menutup luka dengan kasa steril dan drekatkan dengan plester.
k. Petugas memberikan ATS bila diperlukan tergantung dari sifat luka, kondisi luka dan status imunisasi sebelumnya.
l. Petugas menganjurkan kepada pasien agar kontrol kembali setelah 2 hari lagi.
m. Petugas memberikan resep antibiotika dan analgetik untuk diambil di apotik Puskesmas.
04.24 | | 0 Comments
PERDARAHAN POSTPARTUM
I. Defenisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).
II. Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.
Tanda yang sering dijumpai :
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam kandungan.
- Pre eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi, hepatitis dan syok septik.
6. Hematoma
7. Inversi Uterus
8. Subinvolusi UterusHal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;
· Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4. Bekas operasi Caesar.
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
· Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inversi uteri primer dan sekunder.
III. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucatIV. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
· Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah
tersebut menjadi kuat.
· Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi
perdarahan tidak berkurang.Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Gambar 1. Perdarahan Postpartum Akibat Atonia UteriAdapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.
Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta :
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
dinding rahim.
2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.
Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Gejala klinis inversio uteri :
- Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
- Pemeriksaan dalam :
1. Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
2. Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
3. Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
- Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri
- Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.- Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika
Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
V. Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
VI. Terapi
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
· Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
· Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
· Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
· Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk setelah 12 jam.
· Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.
· Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus secara efektif
· Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
· Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
· Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila terdapat tanda kegawatan pernafasan.
Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia
Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan sebagai berikut:
· Pasang infus.
· Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc.
· Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
· Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
· Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).
· Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;
· Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau kompresi aorta.
Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:
· Pemberian uterotonika intravena.
· Kosongkan kandung kemih.
· Menekan uterus-perasat Crede.
· Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta.
Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta infus cairan sebagai pertolongan pertama.
Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir
Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.
Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon pada liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus dan pemberian uterotonika intravena.
VII. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
1) Suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360 C – 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia
2) Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
3) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
4) Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.
b. Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
1. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
2. Sistem vaskuler
§ Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya
§ Tensi diawasi tiap 8 jam
§ Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
§ Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
§ Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.
3. Sistem Reproduksi
a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau
c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas
d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)
4. Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain
5. Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
6. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
VIII. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.Pengkajian terhadap klien post meliputi :
- Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain – lain
- Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
- Riwayat obstetrik
a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT
b. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
1. Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta
2. Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir
3. Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
d. Riwayat Kehamilan sekarang
1. Hamil muda, keluhan selama hamil muda
2. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
3. Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari
a. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.
b. Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi.
BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
c. Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
d. Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian, respon fisiologis
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan Hb
5. Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi
C. Rencana Keperawatan pada Pasien Perdarahan Postpartum
No Diagnosa Intervensi Rasional
1 Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler berlebihan
DO:
- Hipotensi
- Peningkatan nadi,
- Penurunan volume urin,
- Membran mukosa kering,
- Pelambatan pengisian kapiler
DS:
- Ibu mengatakan urin sedikit
- Ibu mengatakan pusing dan pucat
- Ibu mengatakan kulit kering dan bersisik
Tujuan :
Volume cairan adekuat
Hasil yang diharapkan:
- TTV stabil
- Pengisian kapiler cepat
- Haluaran urine adekuat
Mandiri:
1. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan, perhatikan faktor-faktor penyebab atau memperberat perdarahan seperti laserasi, retensio plasenta, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion.
2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan ; timbang dan hitung pembalut ; simpan bekuan darah, dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.
3. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatakan tangan kedua tepat diatas simfisis pubis
4. Perhatikan hipotensi / takikardia, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar, kuku, membran mukosa dan bibir.
5. Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan bagi arteri pulmonal, bila ada
6. Pantau masukan aturan puasa saat menentukan status/kebutuhan klien
7. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
- Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan untuk memberikan kesempatan mencegah terjadinya komplikasi
- Perkiraan kehilangan darah, arternal versus vena dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian (catatan : satu gram peningkatan berat pembalut sama dengan kira-kira 1 ml kehilangan darah)
- Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama messase
- Tanda-tanda ini menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan pada Tekanan Darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30-50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia (rujuk pada DK : perfusi jaringan, perubahan)
- Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
- Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikasi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan haluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar
- Meningkatkan relaksasi dapat menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik
2 . Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
DO:
- Penurunan pulsasi arteri,
- Ekstremitas dingin
- Perubahan tanda-tanda vital
- Pelambatan pengisian kapiler
- Penurunan produksi ASI
DS:
- Ibu mengatakan Asi sedikit
- Ibu mengatakan tangan dan kakinya dingin
Tujuan : Tidak terjadi perfusi jaringan
Kriteria hasil :
· Menunjukkan tanda-tanda vital dalam rentang normal
· Ekstremitas hangat
· Kapiler refill <> 35 tahun
§ Paritas > 3 kali
§ Inaktivitas
§ Kelahiran cesar
§ Diabetes mellitus
04.18 | | 0 Comments