BIDAN DALAM TUGAS

Hadapi aral dengan sabar&senyum...

MENGENAL IMUNISASI

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Tubuh manusia mempunyai cara dan alat untuk mengatasi penyakit sampai batas kemampuan tertentu. Tubuh juga sanggup menghilangkan serangan penyakit dari luar.

Tetapi bila kuman penyakit itu ganas, sistem pertahanan tubuh tidak mampu mencegah kuman-kuman itu berkembangbiak, sehingga tubuh menjadi sakit. Tujuan dari pemberian imunisasi dasar adalah untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi tertentu, apabila terjadi penyakit, tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat atau kematian

PENGERTIAN IMUNISASI
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit.
Imunisasi adalah usaha untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit infeksi pada bayi, anak dan juga orang dewasa. Imunisasi menjaga bayi dan anak dari penyakit tertentu sesuai dengan jenis

Imunisasi merupakan program utama suatu negara. Bahkan merupakan salah satu alat pencegahan penyakit yang utama didunia. Penyelenggaraan imunisasi diatur secara universal melalui berbagai kesepakatan yang difasilitasi oleh badan dunia seperti WHO dan UNICEF. Pertemuan international biasanya diselenggarakan secara teratur baik untuk tukar menukar pengalaman, evaluasi, perlu tidaknya bantuan dan lain sebagainya.

TUJUAN IMUNISASI
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar.

MACAM KEKEBALAN
Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan menjadi 2, yakni :
1. Kekebalan Tidak Spesifik (Non Specific Resistance)
Yang dimaksud dengan faktor-faktor non khusus adalah pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan dari suatu penyakit. Misalnya kulit, air mata, cairan-cairan khusus yang keluar dari perut (usus), adanya refleks-refleks tertentu, misalnya batuk, bersin dan sebagainya.
2. Kekebalan Spesifik (Specific Resistance)
Kekebalan spesifik dapat diperoleh dari 2 sumber, yakni :
a. Genetik
Kekebalan yang berasal dari sumber genetik ini biasanya berhubungan dengan ras (warna kulit dan kelompok-kelompok etnis, misalnya orang kulit hitam (negro) cenderung lebih resisten terhadap penyakit malaria jenis vivax. Contoh lain, orang yang mempunyai hemoglobin S lebih resisten terhadap penyakit plasmodium falciparum daripada orang yang mempunyai hemoglobin AA.
b. Kekebalan yang Diperoleh (Acquired Immunity)
Kekebalan ini diperoleh dari luar tubuh anak atau orang yang bersangkutan. Kekebalan dapat bersifat aktif dan dapat bersifat pasif. Kekebalan aktif dapat diperoleh setelah orang sembuh dari penyakit tertentu. Misalnya anak yang telah sembuh dari penyakit campak, ia akan kebal terhadap penyakit campak. Kekebalan aktif juga dapat diperoleh melalui imunisasi yang berarti ke dalam tubuhnya dimasukkan organisme patogen (bibit) penyakit.
Kekebalan pasif diperoleh dari ibunya melalui plasenta. Ibu yang telah memperoleh kekebalan terhadap penyakit tertentu misalnya campak, malaria dan tetanus maka anaknya (bayi) akan memperoleh kekebalan terhadap penyakit tersebut untuk beberapa bulan pertama. Kekebalan pasif juga dapat diperoleh melalui serum antibodi dari manusia atau binatang. Kekebalan pasif ini hanya bersifat sementara (dalam waktu pendek saja).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKEBALAN
Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan antara lain umur, seks, kehamilan, gizi dan trauma.
1 Umur
Untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita) dan orang tua lebih mudah terserang. Dengan kata lain orang pada usia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah.
2 Seks
Untuk penyakit-penyakit menular tertentu seperti polio dan difteria lebih parah terjadi pada wanita daripada pria.
3 Kehamilan
Wanita yang sedang hamil pada umumnya lebih rentan terhadap penyakit-penyakit menular tertentu misalnya penyakit polio, pneumonia, malaria serta amubiasis. Sebaliknya untuk penyakit tifoid dan meningitis jarang terjadi pada wanita hamil.
4 Gizi
Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi tetapi sebaliknya kekurangan gizi berakibat kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi.
5 Trauma
Stres salah satu bentuk trauma adalah merupakan penyebab kerentanan seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tertentu.

TUJUAN PROGRAM IMUNISASI
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut adalah disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberkulosa.

SASARAN
Sasaran imunisasi adalah :
a. Bayi dibawah umur 1 tahun (0-11 bulan)
b. Ibu hamil (awal kehamilan - 8 bulan)
c. Wanita usia subur (calon mempelai wanita)
d. Anak sekolah dasar (kelas I-VI)

POKOK-POKOK KEGIATAN
a. Pencegahan terhadap bayi (imunisasi lengkap)
1. Imunisasi BCG 1 kali
2. Imunisasi DPT 3 kali
3. Imunisasi polio 3 kali
4. Imunisasi campak 1 kali
b. Pencegahan terhadap anak sekolah dasar
1. Imunisasi DT
2. Imunisasi TT
c. Pencegahan lengkap terhadap ibu hamil dan PUS / calon mempelai wanita
Imunisasi TT 2 kali

IMUNISASI DASAR
1. Jenis-Jenis Vaksin Dalam Program Imunisasi Dan Cara Pemberian
Imunisasi dasar harus diberikan terhadap 7 jenis penyakit utama yaitu TBC, difteri, tetanus, batuk rejan, poliomielitis, campak dan hepatitis B.

Imunisasi dasar terdiri dari :
a. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Berasal dari kuman Basillus Calmette Guerin yang telah dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit TBC. Efek samping dari vaksin BCG dapat menimbulkan pembengkakan pada bekas suntikan yang biasanya akan hilang dengan sendirinya, demam sampai 1-2 minggu.
Vaksin BCG tidak dapat diberikan pada anak yang menderita TBC positif atau menunjukkan uji mantoux positif. Diberikan dengan cara disuntikkan secara intracutan (didalam kulit) di ⅓ bagian lengan kanan atas (Inertio Musculus Deltoideus) 1 kali suntikan dosis 0,05 cc.

b. Vaksin DPT (Difteria Pertusis Tetanus)
Berasal dari kuman Bordetella Pertusis yang telah dimatikan, dikemas dengan vaksin Diptheri dan Tetanus yang berasal dari racun kuman yang dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan tetanus. Efek samping vaksin DPT antara lain adalah lemas, kadang-kadang terjadi gejala demam tinggi, iritabilitas. Diberikan dengan cara disuntikkan secara intramuscular dengan membentuk sudut 450 - 600, di bagian paha sebelah luar (otot vastus lateralis) 3 kali suntikan dosis 0,5 cc.
Imunisasi DPT tidak dapat diberikan kepada anak yang sakit parah dan anak yang menderita penyakit kejang demam kompleks. Juga tidak dapat diberikan kepada anak dengn batuk yang diduga sedang menderita batuk rejan dalam tahap awal atau penyakit gangguan kekebalan (defisiensi imun). Sakit batuk, pilek, demam atau diare yang sifatnya ringan, bukan merupakan kontra indikasi yang mutlak.

c. Vaksin Polio
Berasal dari kuman Polio yang dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis. Vaksin polio pada umumnya tidak memiliki efek samping. Diberikan melalui mulut dengan cara diteteskan dengan pipet kedalam mulut anak sebanyak 2 tetes, 4 kali pemberian. Kontraindikasi dari vaksin polio adalah anak dengan diare berat dan defisiensi imun. Karena dapat memperberat terjadinya diare. Pada anak dengan penyakit batuk, pilek, demam atau diare ringan imunisasi polio dapat diberikan seperti biasanya.

d. Vaksin Campak
Berasal dari virus Campak yang telah dilemahkan. Memberikan kekebalan terhadap penyakit campak. Efek sampingnya antara lain adalah demam atau kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke-10 sampai ke-12 setelah penyuntikan, tetapi ini sangat jarang terjadi. Vaksin Campak tidak boleh diberikan pada anak dengan sakit parah, defisiensi imun dan defisiensi gizi. Diberikan dengan cara disuntikkan sub cutan dalam, membentuk sudut 300c, di ⅓ bagian lengan atas (Inertio Musculus Deltoideus) 1 kali suntikan dosis 0,5 cc.

e. Vaksin Hepatitis B
Berasal dari protein khusus kuman Hepatitis B. Memberikan kekebalan terhadap penyakit TBC. Semua bukti menunjukan bahwa vaksin Hepatitis B aman dan efektif serta efek sampingnya adalah reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan, dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Diberikan dengan cara disuntikkan secara intramuscular dengan membentuk sudut 450 - 600, di bagian paha sebelah luar (otot vastus lateralis) 3 kali suntikan dosis 0,5 cc.

IMUNISASI ULANG
1. BCG
BCG ulangan tidak dianjurkan oleh karena manfaatnya diragukan mengingat:
1. Efektifitas perlindungan hanya 40%
2. 70% kasus TB berat (ex meningitis) ternyata mempunyai parut BCG
3. Kasus dewasa dengan BTA positif di Indonesia cukup tinggi (25-36%) walaupun mereka telah mendapatkan BCG pada masa kanak-kanak.

2. Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun. Penelitian kohort multisenter di Thailand dan Taiwan terhadap bayi dari ibu yang mengidap hepatitis B yang telah memperoleh imunisasi dasar 3X pada masa bayi, dapat diulangi pada umur 5 tahun, 90,7% diantaranya masih memiliki titer antibody anti HBs yang protektif (titer anti HBs >10 mlU/ml). mengingat pola apidemiologi hepatitis B di Indonesia mirip dengan Negara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa imunisasi ulang pada umur 5 tahun tidak diperlukan kecuali apabila titer anti HbsAg < 10mlU/ml. 3. DPT
Imunisasi ulang yang pertama dilakukan pada usia 1,5 - 2 tahun atau kurang lebih 1 tahun setekah penyuntikan imunisasi dasar ketiga. Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau saat kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P). Vaksin pertusis (batuk rejan) tidak dianjurkan untuk anak yang berusia lebih dari 7 tahun karena reaksi yang timbul dapat lebih hebat, selain itu juga karena perjalanan penyakit pertusis pada anak lebih dari 5 tahun tidak parah.

4. Tetanus Toksoid
Tetanus kelima diberikan pada usian masuk sekolah akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi sampai umur 17-18 tahun. Dengan 5 dosis toksoid tetanus pada anak dihitung setara dengan 4 dosis toksoid dewasa.

5. Polio
Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun sejak imunisasi polio 4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).

6. Campak
Penelitian titer antibody campak pada anak usia 6-11 tahun oleh badan penelitian dan pengembangan DepKes dan KeSos tahun 1999 mendapatkan hanya 71,9% anak yang masih mempunyai antibodi campak diatas ambang pencegahan, sedangkan 28,3% diantaranya kelompok usia 5-7 tahun parnah menderita campak walaupun sudah diimunisasi campak saat bayi. Bedasarkan penelitian tersebut dianjurkan pemberian imunisasi campak ulang pada saat masuk sekolah dasar (5-6 tahun, guna mempertinggi serokonversi).

IMUNISASI KOMBO
Vaksin kombo adalah gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda atau gabungan dengan beberapa antigen dari galur multipel yang berasal dari organisme penyebab penyakit yang sama. Gabungan vaksin tersebut telah dikemas dipabrik dan bukan dicampur oleh sendiri oleh petugas. The Admivisory Committee On Immunization Practice (ACIP), The American Academy Of Pediatrics (AAP) dan The American Academy Of Family Physicians (AAFP) merekomendasikan bahwa lebih baik mempergunakan vaksin kombo yang telah dikemas dari pabrik dari pada memberikan 2 jenis vaksin monovalen yang diberikan secara terpisah pada saat bersamaan. Vaksin kombo dianjurkan adalah yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah Negara masing-masing, di Indonesia melalui izin dari Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. DiIndonesia saat ini telah beredar 2 jenis vaksin kombo yaitu DPwT – Hep B dan DPwT – Hib.

Adapun dasar utama dan alasan pembuatan vaksin kombo adalah untuk :
1. Mengurangi jumlah suntikan
2. Mengurangi jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan
3. Lebih praktis dari pada vaksin terpisah
4. Mempermudah penambahan vaksin lain kedalam program imunisasi yang telah ada
5. Mempersingkat waktu untuk mengejar imunisasi yang terlambat
6. Mengurangi kebutuhan alat suntik dan tempat penyimpanan vaksin
7. Mengurangi biaya pengobatan

Disamping keuntungan tersebut diatas vaksin kombo mempunyai beberapa kekurangan yaitu :
1. Terjadi kesetidakserasian kimiawi/fisis sebagai akibat percampuran beberapa antigen beserta ajuvannya.
2. Sulit dihindari adanya perubahan respons imun sebagai akibat interaksi antara antigen dengan antigen lain atau antara antigen dengan anjuvan yang berbeda
3. Dapat membingungkan para dokter dalam penyusunan jadwal imunisasi apalagi bila dipergunakan vaksin dari pabrik yang berbeda.

Vaksin DPwT adalah salah satu vaksin kombo yang palng tua sehingga dikenal vaksin kombo tradisional dan merupakan tulang punggung (back bone) pembuatan vaksin kombo. Vaksin kombo diproduksikan berdasarkan mempunyai komponen dasar yang berasal dari gabungan suatu vaksin dengan DPwT, DPaT atau Hepatitis B, MMR atau campak atau vaksin lain seperti meningokokus dan pneumokokus. Daya proteksi vaksin dinilai dari serokonversi sebelum dan setelah diberikan imunisasi. Untuk mendapatkan kepastian mengenai daya proteksi ini perlu dilakukan uji klinis secara random dan tersamar. Daya proteksi vaksin kombo DPwT-Hep B tampak mempunyai efektifitas yang sama pada berbagai jadwal imunisasi.

Sumber Pustaka :
1. Soerpardi J, dkk. Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Direktorat Jenderal PPM dan PL Departemen Kesehatan RI, Jakarta;2005
2. Markum AH.Imunisasi, FKUI, Jakarta;2002
3. Wahab AS, Julia M. Sistem Imun, Imunisasi, Dan Penyakit Imun, Widya Medika, Jakarta;2002
4. Ranuh IGN, dkk. Pedoman Imunisasi di Indonesia, Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta;2005.

HIPERTENSI

Apakah Hipertensi Itu ?

Hipertensi adalah nama lain dari tekanan darah tinggi. Keadaan ini terjadi apabila tekanan darah pada arteri utama tubuh terlalu tinggi. Karena hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri, satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur. Hipertensi merupakan kelainan yang diderita lebih dari 50 juta orang di amerika. Kelainan ini semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia.

Apakah Penyebab Hipertensi?
9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat diidentifikasi penyebab dari penyakit mereka ini. . Hipertensi dapat diturunkan oleh orang tua kepada anaknya. Apabila salah satu dari orang tua Anda terkena hipertensi, kecenderungan Anda untuk menderita hipertensi lebih besar jika dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki orang tua yang menderita hipertensi.

Resiko terkena hipertensi dapat diperkecil dengan cara : Mengontrol berat badan, Menjaga kebugaran, Menjaga pola makan yang seimbang dan membatasi konsumsi alkohol serta menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah. Faktor lain dengan kemungkinan yang lebih kecil sebagai penyebab hipertensi adalah adanya kelainan ginjal atau kelenjar endokrin. Hal ini dapat diketahui dengan pemeriksaan oleh dokter.

Dapatkah Hipertensi Berkembang Menjadi Penyakit Lain?
Ya, Hipertensi dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius atau bahkan kematian. Sering kali hipertensi disebut sebagai “silent killer” disebabkan 2 hal yaitu :

1. Sulit disadari karena tidak memiliki gejala khusus. Hal seperti pusing, gelisah, mimisan atau sakit kepala jarang berhubungan langsung dengan hipertensi. Hipertensi hanya dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah Anda secara teratur.

2. Hipertensi adalah pembunuh. Orang penderita hipertensi apabila tidak ditindaki mempunyai resiko besar untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung, ketidak teraturan detak jantung dan gagal ginjal jika dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki hipertensi .

Apakah Arti Dari Nilai Tekanan Darah Anda?
Tekanan darah Anda biasanya diinformasikan dalam format angka seperti 120/80. Angka pertama disebut Systolic. Systolic mengindikasikan tekanan puncak pada arteri yakni pada saat jantung berdetak. Angka selanjutnya disebut Diastolic. Diastolic mengindikasikan tenkanan pada arteri pada saat jantung beristirahat diantara detaknya. Hal ini memberikan gambaran tentang seberapa besar daya tahanan arteri kecil terhadap aliran darah. Tekanan pada arteri besar merupakan kombinasi dari detak jantung dan tahanan arteri kecil. Orang usia muda penderita hipertensi cenderung memiliki detak jantung yang lebih kuat sedangkan orang usia tua cenderung memiliki tahanan arteri kecil yang lebih besar. Pada sebagian orang terutama yang berusia lanjut memiliki nilai systolic yang tinggi namun diastolic yang normal atau rendah. Hal ini disebut sebagai Isolated Systolic Hypertension dan mengisyaratkan bahya arteri mereka telah menjadi sangat kaku.
Berapakah Seharusnya Nilai Tekanan Darah?
Tekanan darah tidak memiliki nilai yang baku. Hal ini berbeda beda menurut aktifitas fisik, emosi, waktu siang/malam dan keadaan emosi lainnya. Oleh karena itu tekanan darah penting untuk dimonitor lebih dari satu waktu. Berikut ini tabel nilai tekanan darah dan kategorinya :

Sumber : American Society of Hypertension (http://www.ash-us.o

KEPUTIHAN DALAM KEHAMILAN

Keputihan dalam kehamilan sering dianggap sebagai hal yang biasa terjadi dan sering luput dari perhatian ibu maupun petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan kehamilan. Meskipun tidak semua keputihan disebabkan karena infeksi, beberapa keputihan dalam kehamilan yang dapat berbahaya karena dapat menyebabkan persalinan kurang bulan (prematuritas), ketuban pecah sebelum waktunya atau bayi lahir dengan berat badan rendah (<2500 gram).

Beratnya gejala keputihan tidak selalu sejalan dengan hasil persalinan. Sebagian wanita hamil tidak mengeluhkan keputihannya karena tidak merasa terganggu padahal keputihannya dapat membahayakan kehamilannya; sementara wanita hamil lain mengeluhkan gejala gatal yang sangat, cairan berbau namun tidak berbahaya bagi hasil persalinannya.

Dari bermacam keputihan yang dapat terjadi pada kehamilan, maka tiga besar yang sering didapatkan adalah :
1. Kandidosis vaginal (Vulvovaginal kandidosis)\
2. Vaginosis bakterial
3. Trikomoniasis.

I. KANDIDOSIS VULVOVAGINAL
(Vulvovaginal Candidiasis , VVC, kandidosis, candidal vaginitis, monilial infection atau vaginal yeast infection )

Penyebab utama
Pada umumnya adalah Candida albicans suatu mikroorganisme komensal dari ekosistem vagina dan terdapat dalam populasi kecil pada sekitar sepertiga vagina wanita sehat (Plourd,1997). Kandidiasis vulvovaginal dapat terjadi karena pertumbuhan berlebih sel-sel jamur yang secara normalpun terdapat dalam vagina wanita sehat. Kehamilan merupakan salah satu penyebabnya, selain itu sering juga terjadi pada pemakai kontrasepsi oral atau pemakaian antibiotika berlebihan, menstruasi, diabetes mellitus , penyakit-penyakit yang menurunkan daya kekebalan tubuh, kebiasaan irigasi vagina, cairan pewangi / pembersih vagina (vaginal cosmetics, perfumed feminine sprays), antimikrobial yang topikal , vaginal jelly, atau pemakaian celana dalam yang ketat dengan ventilasi yang kurang (Odds,1988).

Gejala klinis:
Gejala yang khas adalah adanya cairan vagina yang kental, seperti keju lembek ( spread cheese, cottage-cheese like appearance ) atau susu basi (curdled) yang dapat disertai oleh rasa gatal, iritasi atau rasa panas pada vulva. Vagina tidak mempunyai reseptor gatal, sehingga rasa gatal baru akan terjadi bila duh vaginal sudah mengiritasi vulva. Duh vaginal tidak selalu ada, atau bisa juga sangat sedikit, putih, encer dan tidak berbau. Bila terjadi infeksi sekunder maka duh vaginal bisa berwarna kekuningan atau kehijauan; juga dapat berbau.Vulva bengkak, sering terlihat ekskoriasi atau kemerahan (erythematous) Rasa nyeri berkemih atau disparenia dapat ada. Pria pasangannya jarang mempunyai gejala, bila ada, dapat berupa rasa gatal atau panas setelah hubungan seksual yang biasanya hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan.

Akibat terhadap kehamilan :
Meskipun keadaan ini sering menjengkelkan karena gejalanya tidak menyenangkan dan sering terjadi perkambuhan namun ternyata tidak menyebabkan hasil persalinan yang buruk. Kejadian prematuritas, ketuban pecah sebelum waktunya dan bayi berat lahir rendah tidak bertambah pada keadaan ini(Plourd,1997).

Diagnosis :
Kadang-kadang pasien tidak dapat mengutarakan anamnesis secara jelas karena malu atau hal lainnya. Dalam keadaan seperti ini pemeriksaan klinis harus lebih cermat dilakukan. Bagaimanapun diagnosis tidak mungkin ditegakkan hanya dari anamnesis. Karakteristik duh vaginal dapat dipakai sebagai pedoman dalam menegakkan diagnosis klinik, dalam keadaan duh vaginal tidak karakteristik, secara klinis dapat terjadi kesulitan untuk menegakkan diagnosis; pemeriksaan tambahan sederhana lainnya dapat membantu penegakan diagnosis klinis yakni dengan memeriksa pH sekret vagina, Uji amin dan Uji H2O2.

Bila gejala-gejala klinis diatas jelas , diagnosis klinis dapat ditegakkan, namun kepastian diagnosis harus dengan pemeriksaan mikroskopis terhadap sekresi vagina. Dengan penambahan KOH, dibawah mikroskop akan ditemukan hifa (hyphae) atau “budding yeast” pada 50%-70% kasus. C.albicans mudah diidentifikasi , mereka mempunyai hifa yang panjang dengan blastospora sepanyang hifa dan “cluster” pada ujungnya menggambarkan “snowman” Bila tidak ada komplikasi pH vagina biasanya normal (3,8 – 4,2) . Sebagian pasien dapat mengeluh kandidiasis rekuren; keluhan ini harus diperhatikan dan petugas kesehatan harus mencari faktor-faktor predisposisi yang mendasarinya atau mengevaluasi keadaan higiene vulva dan hal-hal yang berhubungan dengannya seperti cara membersihkan, kebiasaan berpakaian , dsb. Penilaian terhadap adanya infeksi sekunder (adanya vaginitis lainnya) juga harus dilakukan mengingat pengobatannya tidak sama.

Pengobatan :(Sobel,1990; Plourd,1997; Depkes, 1999)
Pengobatan antifungal topikal
Pengobatan topikal efisien dan dapat ditolerir oleh sebagian besar pasien. Demikian juga pada wanita hamil, terutama pada trimester pertamapengobatan topikal sangat dianjurkan.Terapi oral sebaiknya hanya digunakan pada kasus berat atau rekuren dalam usia kehamilan lebih dari 13 minggu. Pemakaian preparat topikal didasari dengan rumus umum pengobatan bahwa kelainan topikal dapat diobati dengan terapi topikal.
Berbagai preparat topikal untuk VVC tersedia dalam bentuk krim, tablet vagina, losion atau supositoria.
1. Klotrimazol 500 mg tablet vagina, dosis tunggal intravaginal sebelum tidur. Mikonazol atau kotrimazol 200 mg tablet vagina, intravaginal tiga hari berturut- turut, sebelum tidur.
2. Nistatin 100.000 unit tablet vagina,Intravaginal sekali sehari selama 2 minggu

Pengobatan antifungal sistemik
Pengobatan VVC secara sistemik sebaiknya dikhususkan pada mereka yang telah mendapat terapi topikal sebelumnya dan tidak berhasil, atau pada kasus-kasus khusus seperti VVC yang berat, atau rekuren pada trimester kedua kehamilan. Perlu untuk mengevaluasi adanya PMS disamping VVC; karena VVC yang rekuren sering berhubungan dengan adanya PMS lain yang tentu saja lain terapinya
1. Ketokonazol 200 mg peroral,2 kali sehari untuk 5 hari
2. Itrakonazol 200 mg per oral,2 kali sehari , hanya satu hari
3. Flukonazol 150 mg per-oral dosis tunggal
4. Flukonazol 150 mg / minggu untuk 12 minggu pada kasus rekuren
Pemakaian obat-obatan ini dalam kehamilan trimester ke dua tidak menunjukkan adanya hasil persalinan yang buruk.

II. TRIKOMONIASIS
Penyebabnya adalah Trichomonas vaginalis suatu protozoa yang mempunyai flagel, pada manusia biasanya terdapat di urethra (pria dan wanita) atau pada vagina terutama pada wanita pascamenopause. Ditransmisikan pada umumnya melalui hubungan seksual (CDC,1993).
Kejadiannya sekitar 25% dari seluruh vaginitis dan bila didiagnosis pada wanita yang tidak mengeluhkan gejala, kejadiannya dapat mencapai 50% (McLellan,1982). Keadaan kehamilan tidak menyebabkan penyakit ini bertambah insidensinya.

Gejala Klinis:
Gejala klinisnya bervariasi tergantung beratnya penyakit; bila gejala klinis ada, maka tampilannya berupa iritasi, gatal, rasa panas atau nyeri yang dapat terasa di daerah vulva,perineum dan paha; dapat disertai dispareni dan disuri. Dapat juga terjadi perdarahan bercak setelah koitus akibat kontak langsung dengan serviks yang meradang. Karakteristik duh vaginalnya berbuih; bisa berwarna putih keabuan atau berwarna kuning kotor kehijauan dan berbuih serta berbau busuk. Tergantung beratnya penyakit, vulva , vagina dan serviks dapat bengkak dan meradang kemerahan. Pemeriksaan apus serviks dengan lidi kapas sering menyebabkan perdarahan serviks.( McLelan,1982)

Akibat terhadap kehamilan:
Trikomoniasis berhubungan dengan kejadian prematuritas dan bayi berat lahir rendah.

Diagnosis:
1. Duh vaginal berbuih berbau busuk (pada 35% kasus)
2. PH vagina > 4,5 (pada 70% kasus)
3. Serviks dengan punctate microhaemorrhage (“strawberry appearance”) (25%)
4. Trichomonas vaginalis yang bergerak pada preparat basah ( 50-75%)

Pengobatan:
1. 2 gram metronidazol dosis tunggal,untuk mereka yang tidak dapat mentolerir dosis yang besar ini , dapat diberikan:
2. metronidazol 500 mg bid selama 7 hari
Pasangan seksualnya juga harus diberi terapi. Beberapa peneliti menganjurkan dosis tinggi (2gram) selama beberapa hari (CDC,1993) . Rejimen ini dapat disertai oleh metronidazol supositori vaginal (500 mg) 2 kali sehari. Terapi topikal dengan vaginal supositori saja hanya efektif 50%. Meskipun secara klasik dalam kehamilan ,metronidazol tidak diberikan pada trimester pertama, namun pemberian dosis tunggal 2 gram terbukti aman Saat ini pemberian metronidazol pada trimester kedua dan ketiga kehamilan tidak dipersoalkan lagi.

III. VAGINOSIS BAKTERIALIS
Vaginosis bakterialis merupakan penyebab flour albus yang umum ditemukan pada wanita usia subur (Bouchard dkk, 1997). Di USA keadaan ini merupakan sekitar 50% penyebab vaginitis pada seluruh populasi wanita dan merupakan 10%-30% penyebab vaginitis pada wanita hamil (Majeroni 1998). Sebelum tahun 1955, penyakit ini dikenal dengan nama nonspecific vaginitis, Haemophilus vaginitis, Gardnerella vaginitis, Corynebacterium vaginitis , nonspecific vaginosis atau anaerobic vaginosis (Hill GB,1993). Ekosistem vagina normal sangat kompleks, flora bakterial yang predominan adalah laktobasili (95%) ,disamping itu terdapat pula sejumlah kecil (5%) variasi yang luas dari bakteri erobik maupun anerobik. Ekosistem vagina yang normal mengandung 105 sampai 106 /gr dari sekresi vagina; sedangkan pada vaginosis bakterialis terjadi peningkatan sangat besar yaitu mencapai 109 – 1011/gram sekresi.

Vaginosis bakterialis diketahui kemudian sebagai infeksi superfisial pada vagina yang menyertai keadaan menghilangnya laktobasili yang normal dan disertai oleh pertumbuhan berlebihan dari mikroorganisme lain dalam konsentrasi yang tinggi. Anggota utama mikroorganisme tersebut adalah Gardnerella vaginalis, bakteri batang anerob gram negatif yang termasuk dalam genera Prevotella, Porphyromonas dan Bacteroides, Peptostreptococcus sp, Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum dan seringkali Mobiluncus sp.Bakteri anerob inilah yang memproduksi ensim-ensim yang menimbulkan bau amis tajam pada keadaan vaginosis bakterialis, (Thomason 1991). Gardnerella vaginalis-nya sendiri tidak selalu ditemukan pada sindroma ini, bahkan dapat ditemukan pada 16-42% wanita yang tidak mempunyai gejala vaginitis.

Sampai saat ini penyebab pergeseran ekosistem vaginal ini belum jelas. Pemasangan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) merupakan risiko untuk terjadinya vaginosis bakterialis (Avont, 1990) sedangkan Barbone dkk(1991) menghubungkan peningkatan kejadian ini dengan jumlah partner sex dalam satu bulan terakhir. Peneliti lainnya menghubungan dengan alat kontrasepsi yang bukan metoda barier; hal ini diduga karena cairan semen akan merubah keasaman vagina yang akan memacu ketidakseimbangan flora vagina. Vaginosis bakterialis jarang didapatkan pada anak wanita prepubertas atau wanita pascamenopause; sedangkan pada sebagian wanita dapat terjadi secara siklis. Hal ini menunjukkan hubungan antara keadaan ini dengan siklus hormonal.

Diagnosis:
Diagnosis vaginosis bakterialis ditegakkan bila 3 kriteria terpenuhi dari 5 kriteria dibawah ini (Majeroni,1998):
• Cairan vagina yang homogen (jumlah dan warnanya dapat bervariasi)
• PH vagina > 4.5
• Uji Amin (+)
• Terdapat “clue cell” > 20% pada preparat basah atau pewarnaan Gram
• Tidak adanya / berkurangnya laktobasil pada pewarnaan Gram.

Implikasi klinis dan morbiditas:
Secara klinis vaginosis bakterialis dapat ditemukan dengan adanya cairan vagina yang berlebihan, biasanya homogen dan berbau amis. Jumlah dan warna cairan vagina bervariasi namun biasanya homogen dan encer .Seringnya cairan ini menjadi sangat berlebihan setelah koitus. Sekitar 50% dari penderita vaginosis bakterialis ini sering tidak mengeluhkan gejalanya padahal secara klinis memenuhi kriteria vaginosis bakterialis .(Bouchard ,1997)

Pada wanita hamil meskipun frekuensi vaginosis bakterialis cukup tinggi, 16%-24%(Hill 1988, Hillier 1992) namun sebagian besar menganggap adanya cairan vagina berlebih sebagai hal yang normal. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya peningkatan risiko terjadinya persalinan kurang bulan, kontraksi prematur atau kelahiran dengan BBLR.. Vaginosis bakterialis juga berhubungan dengan keberadaan fetal fibronectin yang terbukti meningkatkan kejadian korioamnionitis dan neonatal sepsis.. Wanita hamil yang menderita vaginosis bakterialis dua kali lebih sering terkena infeksi gonore dan klamidia dibandingkan dengan wanita hamil yang mempunyai laktobasili predominan sebagai flora vaginanya (Hillier,1992) . Penelitian pada pekerja seks di Thailand menunjukkan bahwa wanita dengan vaginosis bakterialis lebih banyak yang menderita HIV (Cohen,1995).

Morbiditas lain akibat vaginosis adalah:
1. Postpartum endometritis
2. Selulitis tumpul vagina pasca histerektomi
3. Peradangan Panggul pasca kuretasi
4. Plasma sel endometritis

Pengobatan:(Thomason,1991;Sweet,1993;Prietsley,1996;Bouchard,1997; Majeroni,1998)
Pengobatan Topikal:
Clindamycin (krim vagina) 5 gram waktu tidur, selama 7 hari
Metronidazol gel 5 gram bid waktu tidur selama 7 hari.

Pengobatan Oral :
Metronidazol 500 mg bid selama 7 hari atau 2 gram dosis tunggal
Clindamycin 300 mg bid selama 7 hari

Pencegahan infeksi :
Pencegahan vaginitis atau vaginosis yakni :
1. Jangan memakai celana dalam dari bahan sintetis atau celana ketat
2. Pakailah selalu celana katun
3. Jangan memakai panty-liner setiap hari
4. Sesudah mandi keringkan daerah vulva dengan baik sebelum berpakaian (bisa memakai hairdryer )
5. Cebok dari depan ke belakang setiap berkemih/b.a.b dapat membantu mengurangi kontaminasi mikroorganisme dari rektum
6. Kurangi mengkonsumsi gula-gula, alkohol, coklat atau kafein dalam diet sehari-hari
Jangan terbiasa melakukan irigasi vagina, memakai tampon, pewangi/spray vagina atau tissue/ sanitary napkins berparfum

Uji Amin (KOH whiff test) :
Pemberian setetes KOH 10% pada sekret vagina diatas gelas objek akan menghasilkan bau amis yang karakteristik ( fishy / musty odor )

Uji H2O2 :
Pemberian setetes H2O2 (hidrogen peroksida) pada sekret vagina diatas gelas objek akan segera membentuk gelembung busa ( foaming bubbles) karena adanya sel darah putih yang karakteristik untuk trikomoniasis atau pada vaginitis deskuamatif, sedangkan pada vaginosis bakterialis atau kandidiasis vulvovaginal tidak bereaksi

Prof Dr. dr Sofie R. Krisnadi, SpOG(K).

Daftar Pustaka :
• Avonts D, Sercu M, Heyetick P, et al. : Incidence of uncomplicated genital infections in women using oral contraception or an intrauterine device : a prospective study. Sex trans Dis. 1990;17:23-9.
• Barbone F, Austin H, Louv WC, et al.: A follow-up study of methods of contraception, sexual activity, and rates of trichomoniasis, candidiasis, and bacterial vaginosis. Am J Obstet Gynecol. 1990 ; 163:510-4.
• Bouchard C, Hetwood MS, Lea RH et al.: Bacterial vaginosis, SOGC clinical practice guidelines. Committee opinion no. 14, March 1997.
• Cohen CR, Durerr A, Pruithithada N. et al.: Bacterial vaginosis and HIV seroprevalence among female commercial sex workers in Chiang Mai, Thailand.
• AIDS. 1995;9:1093-7. (CDC) Centers for Disease Control and Prevention: Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines . Washington,DC, US Department of Health and Human Services ,1993.Christos,RH: Vaginitis testing without microscopy. Clinician Reviews 8 (4):133, 1998.
• Departemen Kesehatan RI: Penanggulangan Penyakit Menular Seksual melalui pelayanan KIA. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat - Direktorat Kesehatan Keluarga, Jakarta 1999.
• Hill GB: Microbiology of Bacterial Vaginosis, Am J Obstet Gynecol 1993; 169: 450-454.
• Hill LVH, Luither ER, Young D, et al. Prevalence of lower genital tract infections in pregnancy. Sex Transm Dis. 1988;15:5-10
• illier SL, Krohn MA, Nugent RP et al. : Characteristics of three vaginal flora patterns assessed by Gram stain among pregnant women. Am J Obstet Gynecol. 1992;166:938-944.
• Joesoef MR, Hillier SL, Josodiurondo S & Linnan M: Reproducibility of a scoring system for Gram stain diagnosis of bacterial vaginosis. J Clin Microbiol 1991: 29; 1730-1731.
• Larsson PG, Plattz-ChristensenJJ, Sundstrom E: Is Bacterial Vaginosis a sexually transmitted disease? Int J STD AIDS. 1991;2:362-4.
• Majeroni BA. Bacterial Vaginosis: an update. Am Fam Phys 1998: March 15.
• Nugent RP, Krohn MA & Hillier SL: Reliability of diagnosing bacterial vaginosis is improved by a standardized method of Gram stain interpretation. J Clin Microbiol 1991: 29 ; 297-301.
• Maclvor D : Avoiding the pitfalls of diagnosing vaginitis . Clin Adv Treat Infect 5 : 4-5,14, 1991.
• McLellan R, Spence MR, Brockman M : The clinical diagnosis of trichomoniasis. Obstet Gynecol 60: 30-34,1982. OBGYN.net Publications: Three-Day treatment option for bacterial vaginosis in non-pregnant women gets FDA approval. March 4, 1998.
• Odds FC : Iatrogenic factors that predispose to candidosis, in Candida and Candidosis, ed2. London , Balliere Tindall,1988, pp104-14.
• Plourd,MD: Practical guide to diagnosing and treating vaginitis. Medscape Women’s Health 2 (2), 1997.
• Prietsley, Cecilia JF, Kinghorn GR: “Bacterial Vaginosis”. Brit J of Clin Pract. Sept
1996:50; 6:331-4
• Sobel JD: Vaginitis in addult women. Ob Gyn Clin North Am 17 : 851-879,1990.
• Soper,DE : Genitourinary infections and sexually transmitted diseases. In Novak’s Gynaecology . Ed.s Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. 12 th Ed. 1996 Williams & Wilkins, pp 432-4.
• Sweet, Richard L: New Approached for the treatment of bacterial vaginosis .Am J . Obstet Gynecol 1993 : 169; 479-82.
• Tobin MJ. Vulvovaginal candidiasis : Topical vs Oral therapy .American Family Physician. May 15,1995.
• Thomason JL,Gelbart SM, and Scaglione NJ. Bacterial vaginosis: current review with indications for asymptomatic therapy. Am J Obstet Gynecol 1991; 165: 1210-16.

Kondiloma Akuminata ( Jengger ayam )


Kondiloma Akuminata merupakan salah satu penyakit menular seksual. Selain Gonore (GO), Sifilis,Chlamydia, Herpes Genetalis, kutu kemaluan (pubic lice), Vaginitis.

Penularan penyakit menular seksual umumnya adalah melalui hubungan seksual, sedangkan cara lainnya yaitu melalui transfusi darah, jarum suntik, ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya, dan lain-lain.

Di Amerika Serikat cenderung meningkat 4-5 kali lipat dalam dua dekade terakhir, insidensi tertinggi pada wanita usia 20-30 tahun. Setiap tahun ada 500.000-1.000.000 kasus baru yang ditemukan di Amerika Serikat. Laporan lain telah mencatat bahwa prevalensi penyakit ini empat kali lebih tinggi dalam dua dekade terakhir ini. Laporan dari klinik penyakit menular seksual (PMS) di Inggris, bahwa jumlah kasus baru meningkat dua kali lipat dalam dekade terakhir ini. Di negara Hongkong penyakit ini menduduki peringkat kedua PMS, dan akhir-akhir ini insidensi penyakit ini meningkat terus. Data rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat ketiga diantara penyakit penular seksual, sesudah uretritis gonore dan non gonore.

Condyloma accuminatum [Kondiloma akuminata ] juga dikenal sebagai:
1. Kutil kelamin
2. Kutil kemaluan
3. Kutil genital (kutil genitalia)
4. Genital warts
5. Veruka akuminata
6. Venereal wart
7. Jengger ayam

Definisi
Kondiloma akuminata adalah:
1. Tumor pada genitalia yang ditemukan pada laki-laki maupun perempuan dan bersifat lunak seperti jengger ayam.
2. Pertumbuhan jaringan yang bersifat jinak, superfisial, terutama di daerah genitalia (kelamin)
3. Penyakit Menular Seksual disebabkan infeksi virus papiloma human (VPH) tipe 6 dan 11. Pertumbuhan nya mula – mula kecil, kemudian cenderung berkelompok dan menyatu membentuk suatu benjolan yang besar yang menyerupai bunga kol [seperti jengger ayam atau brokoli].

Penyebab
Virus DNA golongan Papovavirus, yaitu: Human Papilloma Virus (HPV). HPV tipe 6 dan 11 menimbulkan lesi dengan pertumbuhan (jengger ayam). HPV tipe 16, 18, dan 31 menimbulkan lesi yang datar (flat). HPV tipe 16 dan 18 seringkali berhubungan dengan karsinoma genitalia (kanker ganas pada kelamin). Masa inkubasi Kondiloma akuminata berlangsung antara 1-8 bulan (rata-rata 2-3 bulan). VPH (virus papiloma humanus) masuk ke dalam tubuh melalui mikrolesi pada kulit, sehingga kondiloma akuminata sering timbul di daerah yang mudah mengalami trauma pada saat hubungan seksual. Pada pria, tempat yang sering terkena adalah glans penis, sulkus koronarius, frenulum dan batang penis, sedang pada wanita adalah fourchette posterior, vestibulum, dll.

Patofisiologi
Sel dari lapisan basal epidermis diinvasi oleh HPV. Hal ini berpenetrasi melalui kulit dan menyebabkan mikro abrasi mukosa. Fase virus laten dimulai dengan tidak ada tanda atau gejala dan dapat berakhir hingga bulan dan tahun. Mengikut fase laten, produksi DNA virus, kapsid dan partikel dimulai. Sel Host menjadi terinfeksi dan timbul atipikal morfologis koilocytosis dari kondiloma akuminata. Area yang paling sering terkena adalah penis, vulva, vagina, serviks, perineum dan perineal. Lesi mukosa yang tidak biasa adalah di oropharynx, larynx, dan trachea telah dilaporkan. HPV-6 bahkan telah dilaporkan di area lain yang tidak biasa (ekstremitas). Lesi simultan multiple juga sering dan melibatkan keadaan subklinis sebagaimana anatomi yang berdifferensiasi dengan baik. Infeksi subklinis telah ditegakkan dalam membawa keadaan infeksi dan potensi akan onkogenik.

Kondiloma akuminata dibagi dalam 3 bentuk:
1. Bentuk akuminata
Terutama dijumpai pada daerah lipatan dan lembab. Terlihat vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot seperti jari. Beberapa kutil dapat bersatu membentuk lesi yang lebih besar sehingga tampak seperti kembang kol. Lesi yang besar ini sering dijumpai pada wanita yang mengalami fluor albus dan pada wanita hamil, atau pada keadaan imunitas terganggu.
2. Bentuk papul
Lesi bentuk papul biasanya didapati di daerah dengan keratinisasi sempurna, seperti batang penis, vulva bagian lateral, daerah perianal dan perineum. Kelainan berupa papul dengan permukaan yang halus dan licin, multipel dan tersebar secara diskret.
3. Bentuk datar
Secara klinis, lesi bentuk ini terlihat sebagai makula atau bahkan sama sekali tidak tampak dengan mata telanjang, dan baru terlihat setelah dilakukan tes asam asetat. Dalam hal ini penggunaan kolposkopi sangat menolong.

Gejala Klinis
a. Terdapat papul atau tumor (benjolan), dapat soliter (tunggal) atau multipel (banyak) dengan permukaan yang verukous atau mirip jengger ayam.
b. Terkadang penderita mengeluh nyeri. Jika timbul infeksi sekunder berwarna kemerahan akan berubah menjadi keabu-abuan dan berbau tidak sedap.
c. Umumnya di daerah lipatan yang lembab pada genitalia eksterna. Pada pria, misalnya di: perineum dan sekitar anus, sulkus koronarius, gland penis, muara uretra eksterna, prepusium, korpus dan pangkal penis. Pada wanita, misalnya di: vulva dan sekitarnya, introitus vagina, labia mayor, labia minor, terkadang pada porsio uteri.

Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan:
1. Tes asam asetat
Bubuhkan asam asetat 5% dengan lidi kapas pada lesi yang dicurigai. Dalam beberapa menit lesi akan berubah warna menjadi putih (acetowhite). Perubahan warna pada lesi di daerah perianal perlu waktu lebih lama (sekitar 15 menit).
2. kolposkopi
merupakan tindakan yang rutin dilakukan di bagian kebidanan. Pemeriksaan ini terutama berguna untuk melihat lesi kondiloma akuminata subklinis, dan kadang-kadang dilakukan bersama dengan tes asam asetat.
3. Histopatologi
Pada kondiloma akuminata yang eksofitik, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya akan memperlihatkan gambaran papilomatosis, akantosis, rete ridges yang memanjang dan menebal, parakeratosis dan vakuolisasi pada sitoplasma.

Diagnosis Banding
1. Kondiloma lata atau kondiloma latum (pada sifilis).
2. Moluskum kontagiosum.
3. Veruka vulgaris.
4. Karsinoma sel skuamos
5. Rhabdomyolysis

Masalah lain yang dipertimbangkan
a. Bowen disease
b. Condyloma lata
c. Darier disease
d. Fibroepitheliomas
e. Hailey-Hailey disease
f. Neoplasia
g. Nevi
h. Pearly penile papules
i. Squamous cell carcinoma in situ
j. Vulvar neurofibromatosis
k. Vulvar vestibular papillae

Penatalaksanaan
1. Tutul (olesi sedikit) dengan tinctura podofilin 20-25% (ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, karena dapat terjadi kematian fetus/janin).
2. Pada wanita hamil, tutul dengan asam triklorasetat (TCA) 80-90%. Atau digunakan larutan dengan konsentrasi 50%, dioleskan setiap minggu.
3. Salep 5-fluorurasil 1-5% diberikan setiap hari sampai lesi hilang.
4. Bedah listrik (elektrokauterisasi).
5. Bedah beku dengan nitrogen cair.
6. Bedah skalpel.
7. Laser karbondioksida.
8. Interferon (suntikan i.m. atau intralesi) atau topikal (krim).
a. Interferon alfa diberikan dengan dosis 4-6 mU i.m. 3 x seminggu selama 6 minggu atau
dengan dosis 1-5 mU i.m. selama 6 minggu.
b. Interferon beta diberikan dengan dosis 2x10 g unit i.m. selama 10 hari berturut-turut.
9. Pada pria yang tidak dikhitan (disunat) dapat dilakukan eksisi dan sirkumsisi (khitan).

Prognosis
Penyakit ini dapat disembuhkan total, namun kadang – kadang dapat kambuh setelah pengobatan karena adanya infeksi ulang atau timbulnya penyakit yang masih laten. Mengingat virus ini juga meningkatkan resiko terjadinya penyakit kanker serviks [kanker mulut rahim], maka jika memang seseorang sudah positif terkena kondiloma akuminata sebaiknya dilakukan test pap smear juga. Test ini juga dianjurkan bagi wanita paling tidak setiap 1 tahun setelah aktif secara seksual.

Tahukah Anda
a. Mortalitas merupakan hal sekunder terhadap perubahan maligna menjadi karsinoma pada pria dan wanita.
b. Infeksi HPV tampak untuk menjadi lebih sering dan memburuk pada pasien dengan variasi tipe defisiensi imun. Angka rekurensi, ukuran, ketidaknyamanan dan risiko dari perkembangan onkologis merupakan yang tertinggi di antara pasien ini. Infeksi sekunder adalah hal yang tidak biasa.
c. Kesakitan laten menjadi lebih aktif selama kehamilan. Vulva kondiloma akuminata dapat berkaitan dengan parturitas. Trauma kemudian dapat muncul, menghasilkan krusta atau eritema. Perdarahan telah dilaporkan pada lesi yang besar yang dapat timbul selama kehamilan.
c. Pada pria, perdarahan telah dilaporkan sesuai datarnya meatus uretra penis, biasanya dikaitkan dengan HPV-16. Akhirnya, obstruksi uretra akut pada wanita juga dapat timbul.
d. Kedua jenis kelamin dapat rentan terhadap infeksi.
e. Penyakit tambahan dapat menjadi lebih sering pada pria (dilaporkan pada 75% pasien).
f. Prevalensi adalah yang terbesar pada orang dengan usia antara 17-33 tahun, dengan insidensi meningkat pada orang yang berusia 20-24 tahun.
g. Merokok, kontrasepsi oral, pasangan seksual yang banyak, dan usia koitus awal merupakan factor resiko dalam mendapatkan kondiloma akuminata.
h. Umumnya, dua pertiga individu yang mempunyai kontak seksual dengan seorang partner yang mempunyai kondiloma akuminata akan timbul lesi dalam waktu 3 bulan.
j. Keluahan utama biasanya salah satu dari benjolan yang tidak nyeri, pruritus, atau keluar cairan..

Manuaba, IGB. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. EGC. Jakarta;1998.
Bagian obstetri dan ginekologi FK UNPAD. Ginekologi. Elstar Offset. Bandung;1997.
Malik SR, Amin S, Anwar AI. Gonore. In: Amiruddin MD, editor. Penyakit Menular Seksual. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2004.
Dalil SF, Maksa WIB, Zubier F, Judanarso J, editor. Infeksi menular seksual. Fakultas kedokteran UI;Jakarta;2005.

PERMENKES TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
3. Surat Izin Praktek Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kebidanan.
4. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi dan standar operasional prosedur.
5. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah kepada tenaga kesehatan yang memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Obat Bebas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna hijau yang dapat diperoleh tanpa resep dokter.
7. Obat Bebas Terbatas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna biru yang dapat diperoleh tanpa resep dokter.
8. Organisasi Profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia

BAB II PERIZINAN

Pasal 2
1. Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan
2. Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri dan/atau praktik mandiri.
3. Bidan yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan minimal Diploma III (D III) kebidanan.

Pasal 3
1. Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB
2. Kewajiban memiliki SIPB dikecualikan bagi bidan yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri atau Bidan yang menjalankan tugas pemerintah sebagai Bidan Desa.

Pasal 4
1. SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.
2. SIPB berlaku selama STR masih berlaku.

Pasal 5
1. Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, bidan harus mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan:
a. Fotocopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir
b. Surat keterangan sehat fisik dari Dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c. Surat pernyataan memiliki tempat praktik
d. Pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga ) lembar; dan
e. Rekomendasi dari Organisasi Profesi
2. Surat permohonan memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana tercantum dalam Formulir I (terlampir)
3. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat praktik.
4. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir

Pasal 6
1. Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi tempat praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan
2. Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran peraturan ini.
3. Dalam menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan wajib memasang nama praktik kebidanan

Pasal 7
SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
1. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB
2. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang
3. Dicabut atas perintanh pengadilan
4. Dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi
5. Yang bersangkutan meninggal dunia

BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK

Pasal 8
Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi:
a. Pelayanan kebidanan
b. Pelayanan reproduksi perempuan; dan
c. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pasal 9
1. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan kepada ibu dan bayi
2. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa menyusui.
3. Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.

Pasal 10
1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) meliputi:
a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. Pertolongan persalinan normal
e. Pelayanan ibu nifas normal

2. Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) meliputi:
a. Pemeriksaan bayi baru lahir
b. Perawatan tali pusat
c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir
e. Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah; dan
f. Pemberian penyuluhan

Pasal 11
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk:
a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah
b. Bimbingan senam hamil
c. Episiotomi
d. Penjahitan luka episiotomi
e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
f. Pencegahan anemi
g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif
h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
j. Pemberian minum dengan sonde/pipet
k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala III;
l. Pemberian surat keterangan kelahiran
m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan

Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk;
a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter;
c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan
e. Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil.

Pasal 13
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf c, berwenang untuk:
a. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi;
b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan
c. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.

Pasal 14
1. Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
2. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
3. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4. Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.

Pasal 15
1. Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
2. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan sesuai dengan modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri.
3. Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh sertifikat.

Pasal 16
Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan dengan pendidikan Diploma I kebidanan yang telah mengikuti pelatihan.

Pasal 17
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Pasal 18
1. Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu.
c. Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
e. Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan;
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis;
g. Mematuhi standar; dan
h. Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahirana dan kematian.

2. Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.

Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik sepanjang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/ atau keluarganya;
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan standar pelayanan; dan
d. Menerima imbalan jasa profesi.

Bab IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 20
1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dan mengikutsertakan organisasi profesi.
2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.

Pasal 21
1. Dalam rangka melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam peraturan ini.
2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pencabutan SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d. Pencabutan SIPB selamanya.

BAB V KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 22
1. SIPB yang dimiliki Bidan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan masih tetap berlaku sampai masa SIPB berakhir.
2. Pada saat peraturan ini mulai berlaku, SIPB yang sedang dalam proses perizinan, dilaksanakan sesuai ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.

BAB VII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 24
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Januari 2010
Dr. Endang rahayu Sedyaningsih, MPH, DR, PH

LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.

1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

Fase Luka Bakar
A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.

B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.

C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur

Jadi bidan panggilan



Memerlukan kesabaran yang sangat luar biasa, selain melakukan pelayanan di POLINDES (pondok bersalin desa) harus mau berkunjung memenuhi panggilan pasien untuk datang kerumahnya jika diperlukan.. Sebagai bidan desa harus siap jadi bidan panggilan/siap setiap saat 24 jam di panggil di mintai pertolongan.

    Recent Posts

    Recent Comments